Wednesday, February 29, 2012

Cerpen : @lia_coklat


DIA

Aku meniup-niup sebentar susu coklat yang baru aku buat, lalu aku meneguknya sampai habis. Dia tertawa. Ya dia selalu tertawa setiap kali aku melakukannya. Entahlah aku hanya tidak suka meminum susu yang sudah dingin. Jadi aku selalu menghabiskannya segera mungkin.

“Pelan-pelan Pi, aku gak akan mengambil jatahmu kok” ledeknya sambil tersenyum manis. Entah sudah berapa kali aku mendengar kalimat yang sama darinya.

“Siapa tahu?” kataku. Dan entah sudah berapa kali pula aku mengatakannya.

Dia kembali asik membaca bukunya. Dan aku kembali bad mood dibuatnya. Bagaimana tidak, hampir tiap malam dia datang kerumahku hanya untuk numpang baca buku. Huft. Membosankan memang. Tapi aku juga suka setiap ada di sampingnya. Walau tidak melakukan apa-apa.

“Kenapa?”

“Apanya yang kenapa?” tanyaku bingung.

Dia menggeleng, melepas kacamatanya lalu meletakan bukunya diatas meja. Menatapku lembut. Ah, sial, kenapa tatapannya harus selembut itu? Aku menundukan kepalaku karena malu. bisa gawat kalau dia tahu aku tersipu karena senyumnya.

“Sudah malam, aku pulang ya?” katanya masih dengan senyum manisnya. Aku hanya mengangguk lalu mengantarnya sampai pagar.

Selalu seperti itu. Datang, meminum teh yang aku buatkan, membaca bukunya lalu pulang. Dasar Kin jelek ! Aku mengumpat dalam hati. tentu saja karena aku kesal. Tiga tahun aku meluangkan waktu dua jam di malah hari hanya untuk menemaninya membaca buku. Tiga tahun.

“Minggu siang temani aku mencari buku ya :) “

Itu sms dari dia. Kinatra Dewantara. Oh ya aku belum bilang, tiga tahun aku selalu menemaninya kesana kemari. Dan tentu saja aku tidak bisa menolak. Lebih tepatnya aku tidak ingin menolak.


--



“Pijar, maaf aku telat” katanya dengan nada menyesal. Aku tersenyum. Selama ini dia tidak pernah telat, dan ini adalah kali pertamannya. Jadi aku tidak akan marah.

“Tadi Ibu minta tolong untuk mengantarnya ke kantor ayah” jelasnya pada ku. aku hanya mengangguk mendengar penjelasannya. Sebenarnya dia tidak perlu menjelaskannya padaku.

“Hei jangan marah, aku tidak bohong. Kalau kamu gak percaya, kamu bisa telpon ibu” katanya lagi membuat tawaku pecah. Dasar bodoh. Aku tidak marah. Dan aku selalu percaya kata-katanya.

“Siapa yang marah? Siapa yang gak percaya?” tanyaku setelah berhasil menghentikan tawa.

“Kamu diam saja. Aku kira kamu marah.” Dia menatap mataku. Dalam.

Eh? Iya juga ya? Setiap kali aku marah, setiap aku ngambek padanya aku pasti mogok ngomong.

“Haha.. aku gak marah, serius. Kamu baru satu kali ngaret, mana mungkin aku marah sama kamu yang selalu sabar nunggu aku yang selalu telat setiap kali janji bertemu?” kataku sambil meninju lengan kirinya. Dia tersenyum. Manis

“Mau nyari buku apa ?” tanyaku ketika sampai di toko buku tempat dia biasa membeli buku.

Dia tidak menjawab pertanyaanku. Mulai sibuk mencari buku yang dia cari. Karena kesal dicuekin aku pergi menuju tempat komik berjejer. Kami memang bagaikan langit dan bumi. Aku suka membaca komik, dia suka buku pelajaran. Apa saja, sejarah, geografi, kesehatan, bahkan matematika. Aku suka susu coklat, dia suka teh sedikit manis. Aku suka telat, dan dia suka on time. Kadang aku bingung kenapa dia malah memintaku untuk jadi pacarnya. Kenapa bukan Nada? Secara Nada punya banyak kesamaan dengan dia. Anehnya dia malah menolak Nada. Bodoh kan?

“Kanker bukan hambatan untuk bahagia?” tanyaku membaca judul buku yang dia tunjukan.


“Yup!” jawabnya semangat.

“Kayak kamu kena kanker ajah” kataku sambil tertawa kecil. Dia tersenyum. Bodoh kan? Dia membeli buku yang aneh lagi.

--





Dear Pi si gadis tukang ngambek, hehe.

Jaga diri ya Pi ? Sekarang aku gak bisa jagain kamu lagi, Maaf kalo kali ini aku ingkar janji

Maaf selama ini aku nyembunyiin tentang penyakitku. Aku gak mau buat kamu kecewa.

Selama ini kamu selalu menganggapku pacar yang sempurna.

Dan aku takut kamu kecewa saat tahu kalau aku penyakitan. Maaf ya?

Oya, waktu kamu bilang kamu pacar yang egois, tahu gak kenapa aku malah ketawa?

Itu karena kamu gak tahu betapa egoisnya aku Pi.

Hampir tiap malam aku kerumah mu, tapi aku malah asik membaca buku. Aku tahu kamu kesal karena kau cuekin, aku tahu. tapi aku tetap melakukannya. Aku egois kan?

Dan yang lebih egois lagi, tiga tahun lalu. kamu ingat hari dimana aku memintamu jadi pacarku?

Ya, sebelum aku memintamu jadi pacarku, dokter sudah bilang terlebih dulu padaku bahwa aku sakit.

kanker kelenjar getah bening.

Hahah egois kan? Aku tahu aku sakit. aku tahu aku bakal mati. Tapi tetap memintamu jadi pacarku.

Demi Tuhan aku menyesal Pi. Menyesal karena telah egois padamu. Maaf.

Semua itu aku lakukan karena aku ingin terus ada di samping mu. Tanpa pernah berfikir apa kamu juga ingin ada di sampingku. Aku egois. Ya, egois. Sangat.

Kamu boleh memakiku Pi, membenciku, melupakanku. Aku berhak mendapatkannya.

Dan aku ingin berterima kasih padamu.

Karena kamu mau menjadi pacarku, mau menemaniku membaca, selalu menyediakan Teh sedikit manis untukku tanpa diminta, mau menemaniku kemanapun.

Karena kamu selalu telat, setiap kali janji bertemu.

Kamu tahu, aku suka setiap kali menunggumu.

Aku suka melihatmu berlari kecil kearahku, melihat rambutmu yang bergoyang, melihat wajah bersalahmu karena membuatku menunggu.

Kamu lucu saat itu. Aku suka :)

Ah, sudahlah. Untuk apa aku menulis surat ini panjang lebar. Toh belum tentu kamu mau membacanya. Mungkin kamu akan merobeknya sebelum kamu baca. Ya kan?

Aku Sayang Kamu.

Kin.



Aku melipat surat yang kuterima dari Gia, adik Kin, lalu kembali kumasukan kedalam amplopnya. Menghapus air mataku. Mengambil fotonya yang ku pajang di atas meja belajarku. Mencium foto itu lalu meletakan kembali ke tempatnya. Si bodoh itu, malah membuatku tertawa dengan membaca suratnya. Dasar bodoh. Kin jelek yang bodoh. Mana mungkin aku membencinya. Mana mungkin aku melupakannya.

“Aku juga ingin selalu ada di sampingmu, Kin”.

No comments:

Post a Comment