Thursday, April 12, 2012

KAOS ESTIKINATIC (Rp. 70.000 ,belum ongkos kirim)

hey udh ikutan Pre Order kaos EKC ke - II gaaa ?
ini sebagian teman-teman kalian yang udah order kaosnya, dan share foto mereka.


@nurulkhaliza



@n_adliyah




@nunaminoz


@anditaaditaaa



@putriblupopo



@cindybidasari



@tiaaratieer



@fieyharw



Friday, April 6, 2012

PreOrder I - kaos EKC

ini preorder I kaos EKC kmren :) ada 21 orang yang sudah mengorder kaos EKC ini . ntar kalo mereka sudah kasih fto mereka saya share disini ya :)

ini dia kaos kaos yang kemaren akan dikirim




ini kaos EKC yang sudah siap akan dipaketkan 






:)
yang belum order ayo segera order di Pre Order ke II kaos EKC ya :) jgan smpai kehabisan .
order nya bisa ke adm 1 @tiaaratieer yaa

Sunday, April 1, 2012

Cerpen : @febbychrista

I'm Not Femme


Calista berdiri lemas di samping Redian. Mereka berdua sedang menunggu Anton di dalam halte busway kampung melayu. Seperti biasa, Calista dan Redian yakin kalau Anton sekarang ini sedang kesasar entah kemana. Hari semakin siang. Sudah lewat dari jam yang telah disepakati
"Menurut lo dia lagi dimana, Ta?" Tanya Redian pada Calista yang terlihat mulai kesal. "Itu anak batu banget sih, ya? Ke Roxy sendirian."
"Paling lagi nyangkut ke daerah Rawamangun, atau ke Pulogadung." Calista hafal betul hobinya Anton. Sohibnya itu, kalau datang telat, pasti nyasar. Dan alasannya macam-macam. Dan Anton itu kalau pergi kemana-mana pasti bisa sampai tempat tujuan, tapi untuk pulang ke asalnya, pasti nyasar.
"Coba telepon, deh, Ta."
Baru saja Calista ingin menekan tombol Call di kontak Anton pada handphonenya, Anton keluar dari busway dengan wajah yang berseri-seri.
"Hei... Maaf, gue..."
"Nyasar?" Tebak Calista.
Anton menepis. "Nggak, kok. Tadi gue naik buswaynya lama banget. Dan gue ketemu cewek cakep. Hehe."
"Ih pantes girang. Ya udah, deh, yuk. Keburu sore!" Pinta Redian yang sepertinya sudah mulai kelaparan.
Ya, inilah mereka. Calista, Redian dan Anton. Mereka bersahabat sudah sejak lama. Dan yang paling mengejutkan teman-teman mereka adalah awal cerita persahabatan mereka yang dibangun lewat pertemuan mereka dalam jejaring sosial.
Dulu, dulu sekali, pada tahun 2007, Calista mengenal Redian dan Anton lewat friendster. Saat itu mereka sama-sama masih duduk di bangku 3 SMP. Disana mereka bertiga masih belum dekat satu sama lain. Hanya sekedar ber-hai-lagi apa-oh gitu-dadah. Sampai akhirnya mereka menemukan jejaring sosial baru bernama facebook pada tahun 2008. Awal masuk SMA, Calista, Redian dan Anton saling mengirim permintaan pertemanan di facebook. Disanalah mereka bertiga mulai dekat.
Belum lama mengenal facebook, muncul lagi jejaring sosial baru bernama twitter pada tahun 2009. Tiga ABG yang sama-sama memiliki mulut yang cerewet ini, saling follow. Mereka bertiga semakin akrab, dan jadi merasa memiliki ikatan persahabatan.
Calista tinggal di Jakarta, Anton di Cikarang dan Redian di Sukabumi. Jarak yang begitu jauh, membuat mereka bertiga tidak punya kesempatan untuk bertemu. Sampai akhirnya pada tahun 2010, tahun kelulusan SMA, mereka masuk di Universitas negeri yang sama di Jakarta. Mereka juga janjian untuk masuk dalam jurusan yang sama, Pendidikan Bahasa Inggris. Saat ini, Redian juga sudah pindah ke Jakarta, sedangkan Anton belum ingin ngekost sendirian, oleh karenanya, Anton lebih memilih pulang-pergi Cikarang-Rawamangun untuk kuliah.
Dalam beberapa hal, mereka merasa memiliki banyak kesamaan, pertama adalah hobi ngerumpi, yang kedua adalah mereka hobi berjalan-jalan serta berwisata kuliner.
Setelah berdiri sejam-an di busway dan belasan menit di mobil angkutan umum, akhirnya mereka turun, dan masuk ke resto Bluegrass Bar & Grill, daerah Kuningan. Begitu sampai disana, ternyata ada beberapa meja yang sudah reserved. Akhirnya mereka dapat meja di pinggir dekat jendela yang hanya bisa dipakai selama 3 jam. Cukuplah, lumayan untuk mengobrol.
Beberapa menu sudah mereka pesan. Salah satunya adalah Aqua Reflection. Baru kali ini mereka melihat botol Aqua yang rancangan designer Sebastian itu. Lalu Asparagus Bacon Puff Pastry. Yang ketiga adalah Texas Beef Ribs. Untuk Texas Beef Ribs ini, pilihan sausnya ada 3 macam, Bluegrass Original, Bbq dan Gentlemen Jack Rare Tennessee Whiskey. Pilihan akhirnya jatuh ke Gentlemen Jack Rare Tennessee Whiskey. Tak lupa mereka juga memesan Granny’s Apple Pie yang ternyata masih fresh baru diangkat dari oven.
"Gila! Kenyang mampus!" Kata Redian sambil memegangi perutnya.
"Ah, gue belum, nih." Tandas Calista yang masih meniup-niup Apple Pie miliknya. Calista memiliki tubuh kurus. Kurus sekali sampai-sampai Redian yakin kalau sohibnya ini cacingan.
Anton diam saja menikmati semua makanan, lalu dia membuka mulut setelah mengelap bibirnya. "Eh, gimana? Katanya kita mau cari rumah kost deket kampus yang campur cewek-cowok!?"
"Eh iya! Yuk! Kapan deh?" Sambung Redian.
"Sekarang aja!" Jawab Calista secepat kilat.
"Nggak capek, Ta?" Tanya Anton.
"Nggak lah. Gimana?"
Calista membuktikan omongannya. Setelah selesai makan mereka bertiga keliling belakang kampus untuk mencari tempat kost yang bebas cewek-cowok. Setelah dapat, mereka pun berbincang-bincang dengan pemilik, juga dipersilahkan melihat-lihat. Tempat kost yang terdiri dari 2 lantai itu seperti rumah kontrakan. Masing-masing kamar terdapat kamar mandi. Kecil sih, tapi lumayan nyaman dan bersih. Dan mereka memilih untuk menyewa 3 kamar di lantai 2.

***

Sabtu kedua di bulan September 2011, Calista, Redian dan Anton sudah mulai menempati kamar kost mereka masing-masing. Pagi itu, secara bersamaan, mereka bertiga merapikan kamarnya masing-masing. Kebetulan di lantai 2 memang hanya ada 4 kamar dan satu ruang tengah untuk menonton tv. Setiap kamar ada AC-nya. Setelah kedatangan mereka, lantai 2 yang sebelumnya kosong, kini jadi ramai.
"Fiuhh... Akhirnya kelar juga..." Ucap Anton yang sudah merapikan kamarnya. Dia langsung mencari botol minuman di kulkas.
"Gue juga udah". Ucap Redian yang sedang duduk bersantai di ruang tengah sambil menonton tv. "Calista mana?"
"Ta..? Ih..!" Anton berdiri mematung di depan kamar Calista. Lalu dia memanggil Redian. "Re, coba ini liat temen lo!"
"Heh! Elo ngapain!?" Ucapan Redian menghentikan kegiatan Calista yang sedang menempel-nempelkan sticker bergambar kupu-kupu berbagai warna di dinding kamarnya yang berwarna peach itu. "Emangnya boleh, ya?"
"Ya elah...!! Gue udah izin tadi sama Mami." Jawab Calista. Mami adalah panggilan ibu kost mereka. Mami sudah berumur 40 tahunan, tapi wanita itu benar-benar gaul.
"Tapi, Ta... Mestinya itu lo nempelin gituannya nanti kalo kamar lo udah rapi. Lah itu, baju berserakan, daleman kemana-mana, buku-buku kuliah lo noh, ih... sampe pada robek gitu lo injek-injek!" Redian ini memang hobi berkomentar.
Anton yang sebenarnya kurang suka berdebat, akhirnya berkata, "Ta, sini, deh, kita bantuin rapiin kamar lo. Lo nempelin gituannya ntar aja." Seperti inilah Anton. Lebih memilih jalan cepat. Dia kurang suka basa-basi.
Akhirnya setelah beberapa menit kamar itu rapi, Calista berterima kasih pada dua sahabatnya. Lalu mereka duduk-duduk di ruang tengah.

***

Kebersamaan Calista, Redian dan Anton baik-baik saja sampai saat MALAPETAKA itu datang. Akhir September 2011, ada satu anak kost baru lagi yang akan tinggal disana. Kamar yang tersisa hanya ada di lantai 2. Lantai 1 sudah penuh dengan 4 anak yang kebetulan satu kampus dengan Calista, Redian dan Anton.
Saat itu Redian sedang tak ada di tempat kost, dia dan beberapa temannya sesama anak Himpunan Mahasiswa Jurusan, sedang ada kegiatan di luar kota. Maka, di kost-an lantai 2 itu, hanya ada Calista dan Anton.
Tok! Tok! Tok!! Seseorang mengetuk kamar Calista. Pelan. Dan Calista tahu, itu pasti Anton. "Masuk aja, Ton."
Anton pun membuka pintu kamar Calista, dan sedikit menutupnya, "Ta! Lo jorok banget, sih!" Bentaknya ketika ia melihat kamar Calista berantakkan tapi cewek itu malah cengengesan sambil memegang salah satu novelnya.
Calista meletakkan novelnya. "Nanti gue beresin, Ton. Kenapa?"
"Ada anak kost baru di sebelah kamar gue. Lo belom liat? Gue baru dikasih tau Mami."
"Belom. Gue aja baru bangun. Cewek apa cowok? Dimana dia?"
"Kayaknya sih cewek. Dia masih mondar-mandir turun-naik gitu beresin barang-barangnya."
"Kok?"
Akhirnya Anton menjelaskan kepada Calista bahwa sebenarnya anak kost baru itu cewek yang tomboy banget. Anton mengatakan, cewek tomboy itu bernama Juanita. Dulu, waktu SMP, Calista juga punya teman bernama Juanita. Orangnya menyenangkan. Tapi Juanita teman SMPnya dulu, lebih akrab dipanggil Tryas, karena memang namanya Juanita Tryastuti.
"Heh! Lo mau kemana?" Anton langsung menarik tangan Calista yang mulai berjalan keluar kamar.
"Ya, kenalan lah oon! Dia kan pasti belom punya temen disini!"
Baru saja pintu kamar terbuka lebar, Calista melihat seorang cowok yang sudah lama sekali tak pernah bertemu dengannya lagi. Mulutnya terbuka lebar-lebar. "Aaaaaa!!!! Lo..."
"Tita??" Cowok itu begitu terlihat kaget melihat Calista. Dan Calista juga tak asing melihatnya.
Calista yakin pernah bertemu dengannya. Hanya sekali. Tapi Calista ingat. Cowok ini bernama Bagas "Lo Bagas kan? Lo kok bisa ada di sini? Dulu kata Gilang lo pindah ke Semarang!"
Syok! Calista benar-benar terkejut. Ini pertama kalinya dia bertemu lagi dengan sahabat mantan pacarnya itu. Dia hafal wajahnya karena pernah dipertemukan dengan mantannya yang bernama Gilang, dan karena Calista sempat tertarik pada pesona Bagas. Bagas memang tak sekeren Gilang, tapi tatapan mata Bagas yang hangat itu membuatnya lupa kalau saat itu dia sudah punya cowok.
Seketika suasana saat itu hening. Suasana sangat hening sampai suara handphone Anton berdering. Anton langsung menekan tombol berwarna merah. Suasana kembali hening, sampai akhirnya Mami, pemilik kost, naik ke atas, ke ruang tengah.
"Gimana Juanita? Kamarnya enak, kan? Nggak panas, kan?" Tanya wanita berdaster itu pada Bagas dengan suara khasnya yang melengking.
"Ju... Juan... J-Juanita?" Calista menoleh ke arah Bagas sambil menyipitkan matanya. Menatap sinis.
Bagas, cowok yang dipanggil Juanita itu, diam tak bergerak sedikitpun. Dia duduk tegang di sofa panjang berwarna coklat itu. Bola matanya bergerak-gerak. Ia terlihat bingung.
"Lho? Ini ada apa? Kok, kalian jadi tatap-tatapan gini? Kenalan, dong. Calista, Anton, ini anaknya temen Mami, namanya Juanita." Lalu Mami berganti menatap Juanita, "Juanita ini anak-anak kost disini."
Tak ada yang mendengar ucapan Mami. Suasana masih hening. Tambah hening lagi ketika Mami mulai ikutan tatap-tatapan bersama tiga anak kost-nya.
"Ah, Tante, aku masuk kamar dulu." Bagas pun langsung masuk ke kamarnya, tapi Calista dengan segera menarik tangan Bagas.
"Bagas!? Lo ini siapa?!!" Pertanyaan Calista begitu jelas. Begitu jelas terdengar. Tapi Bagas langsung masuk ke kamarnya tanpa menjawab pertanyaannya.

***

Tanggal pertama di bulan Oktober, Redian pulang ke kost-an. Disambut gembira oleh Anton. Tapi Redian langsung bertanya-tanya pada Anton kenapa manusia beo itu tak terdengar suaranya. Calista masih syok dan tak ingin keluar kamar. Tak ingin berbicara apapun juga meski pada Anton. Hal itu juga terjadi pada Bagas yang sebenarnya bernama Juanita. Dia jarang sekali keluar kamarnya.
"Oh, jadi gitu, Ton." Ucap Redian di kamar Anton setelah Anton menceritakan semua yang terjadi selama 3 hari Redian ke Puncak. "Jadi, lo sama Calista udah nanya identitas cowok itu belom? Eh maksud gue, cewek itu."
"Belom, sih."
"Ya, ditanya dong! Apa mesti gue yang nanya?" Redian pun langsung keluar kamar dan berjalan mendekati kamar teman kost barunya. Redian kalau sudah penasaran, tak ada yang bisa menahannya.
Belum juga Redian mengetuk pintu, yang punya kamar keluar. Sore itu, teman kost barunya memakai baju gombrong berwarna kuning dan celana basket. Redian agak kaget melihatnya. Ganteng, tapi cantik. Ini cowok apa cewek, sih? Pikirnya.
"Ada apa?"
"Eh..." Redian jadi berhenti menatapnya. "Eh sorry. Kayaknya gue mesti ngomong sama lo."
"Oh. Ya udah. Masuk." Dia membukakan pintu kamarnya untuk Redian. Keduanya lalu duduk di karpet kamar.
"Gue udah denger cerita dari temen gue, Anton. Dan gue pengen tau dari lo langsung, nih. Lo keberatan?"
"Nggak, kok." Dia tersenyum. Manis sekali senyumnya. Redian sempat mengutuk dirinya karena senyuman orang di depannya ini membuat dirinya tersipu malu.
Setelah itu, Bagas pun mengaku kalau dia itu adalah Juanita. Bagas juga mengaku kalau dia lebih senang dikenali sebagai cowok. Ia hanya merasa dirinya lebih nyaman seperti itu. Redian mengerti maksud dari penjelasan Bagas. Bagas juga menceritakan kalau dirinya adalah Butch. Butch adalah istilah dalam lesbian yang memerankan dirinya sebagai cowok. Redian melongo tak percaya. Apalagi setelah tahu, bahwa Gilang, mantan terakhir Calista itu pun sama seperti Bagas. "Nama asli Gilang adalah Gina."

***

"Dia Butch! Dan lo femme, Ta. Lo beneran nggak tau kalo Gilang itu cewek?"
"Nggak, Re! Udah berapa kali, sih, lo nanya kayak gitu sama gue!?"
"Udah Re, Ta. Jangan debat gitu!" Anton menengahkan mereka. Tapi lalu dia mengingat-ingat sesuatu. "Tapi, begitu gue liat foto Gilang, gue langsung tau kalo dia itu Butch, Ta."
Tanpa memperdulikan kedua sahabatnya lagi, Calista ingin pergi dari situ. "Ah, lo berdua sama aja!" Calista menghentakkan kaki lalu bangkit dari tempat tidur Redian.

***

Malam hari saat suasana kost mulai sepi, satu BBM masuk ke handphonenya, Calista melihatnya dan ternyata itu balasan BBM dari teman twitternya yang bernama Yoga.

Participants:
-------------
Tita Calista, Angger Prayoga

Messages:
---------
Tita Calista: Payah ih gak bales! Errr~
Angger Prayoga: Eh sori gue ketiduran. Hhe
Angger Prayoga: Eh BBM gue rame loh ta!
Tita Calista: Pantes!
Tita Calista: Rame knp?
Angger Prayoga: Ada 3 org yg nanya "Calista belok?"
Tita Calista: Hah? Siapa aja?
Tita Calista: Yoga?
Tita Calista: PING!!!

Chatting lalu berhenti karena BBM Calista untuk Yoga tidak deliv. Sepertinya paket BB Yoga sudah habis, dan SMS Calista juga tak dibalas. Calista sudah tahu, Yoga pasti tak punya pulsa untuk membalas SMSnya. Calista tidak bisa menelepon Yoga yang berbeda provider. Calista yang kesal akhirnya menelepon teman twitternya yang lain, "Kak Doni?!" Sapanya begitu teleponnya diangkat.
"Kenapa, sayang?" Tanya orang di seberang sana.
Calista menceritakan semua yang terjadi pada cowok yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri itu. Dia berbicara begitu menggebu-gebu. Tapi tetap pelan. Takut kedengaran keluar. Kak Doni juga meminta Calista mengirimkan foto-foto Gilang lewat BBM.
"Dia cewek, tapi Butchy. Kamu sebagai Femme."
"Tapi, kak..... I'm not femme!"
"That's real, my bee."

***

Januari di tahun berikutnya pun tiba. Liburan semester telah menanti. UAS selesai hanya tinggal beberapa hari lagi. Calista, Redian dan Anton mulai merencanakan kegiatan mereka selama liburan. Pada minggu-minggu sebelumnya, Redian dan Anton merasa Calista butuh refreshing. Karena belum ada waktu, maka sekarang ini adalah waktunya.
Sekarang ini Calista sudah merasa lebih baik. Dia sudah tak ingin mengingat-ingat Gilang atau lebih tepatnya Gina. Kalau memang benar kenyataannya begitu, Calista tak peduli. Bagi dirinya, Gilang itu cowok. Dan Calista normal. Itu saja. Dia tak ingin memikirkan hal lain. Redian dan Anton juga sudah berhenti bertanya-tanya tentang itu.
Selain itu, Calista mulai bisa menerima keberadaan Juanita. Bukan sebagai Bagas yang dikenalnya dulu. Calista juga kagum dengan niat baik Juanita yang ingin menjadi cewek normal.
Saat bersantai bertiga, tiba-tiba Juanita keluar dari kamarnya, penampilannya mengejutkan Calista, Redian dan Anton. Juanita memakai baju berenda berwarna peach dan celana jeans pendek ketat sepaha, serta rambut pendeknya juga dikuncir. Dia juga memakai bedak plus lipgloss. Semua itu hadiah dari Calista. Calista sangat senang dengan perubahan Juanita. Meski terlihat kaku dan agak aneh, Calista memanggilnya, "Gabung, yuk!"
"Iya..." Juanita pun tersenyum. Redian yang melihat itu langsung seperti orang yang tersambar petir. Senyum-senyum sendiri.
Redian duduk mendekati Juanita. "Lo... Cantik, Nita. Tapi, mending nggak usah pake make-up." Redian mengambil tissue di atas meja dan membersihkan make-up di wajah putih mulus Juanita. Samar-samar wajah Redian terlihat malu-malu.
Anton langsung melempar Redian dengan boneka beruang pink milik Calista. "Dasar lo, Re!"
"Aaaaa..... Anindhitanya jangan dilempar-lempar gitu!" Bentak Calista pada Anton yang seenaknya saja melempar bonekanya.
"Apaan?" Tanya Anton. Alisnya terangkat satu.
"Anindhita?" Redian juga bertanya.
"Nama bonekanya Anindhita. Emang kenapa? Siniin ah, bonekanya!" Calista menatap kesal pada Redian dan Anton, sambil mencoba merebut bonekanya di tangan Redian.
"Kenapa namanya begitu?" Tanya Redian lagi.
"Ah... Itu... Hei kalian ini mau tau aja! Siniin!" Kali ini Calista mencoba merebut bonekanya di tangan Anton.
"Nggak bakal. Wleeee!" Anton menjulurkan lidahnya. "Calista Femme, woooo!"
"Antooooooooon!"
Redian dan Anton, adalah dua orang dengan karakteristik yang bertolak belakang. Calista terkadang sering kesal dengan tingkah kedua sahabatnya. Tapi dia merasa bahagia dan nyaman dengan keberadaan dua cowok itu. Terlebih lagi mereka bertiga tinggal di tempat kost yang sama. Kalau tak ada jejaring sosial, apa mungkin Calista bertemu dengan Redian dan Anton?

Cerpen : @ichaclariss

between me ,him and our twitter

"gila hari ini aku cape banget" @tarashila . Tara melempar smartphone miliknya dengan keras . Setelah selesai membuat twit yang memberitahukan bahwa dia sedang lelah . Tara merasa tambah lebih lelah .  Tapi entah mengapa jika diangepost apapun yang dia rasakan di twitter perasaanya akan lebih baik . Setiap dia sedih ,senang ,atau sedang bepergian . Dia pasti menuliskanya melalui status twitter . Berlebihan memang ,tapi itulah Tara . Tara tidak bisa lepas dari smartphone nya .  Terutama dari Media jejaring sosial yang satu itu . Twitter.  Twitter selalu membuat perasaanya semakin baik , tapi layaknya remaja seumuranya terkadang twitter membuat masalah untuknya .


'cape sih cape mbak .kenapa setiap apapun yang lo rasain harus dilaporin di twitter. it's not our business dude' @radikaputra. Tara kesal melihat tweet yang dibuat oleh radit . Tara yakin Dika sedang menyindirnya .  Tara tau benar bahwa Dika kurang menyukai dirinya . Tapi bagi Tara cara Dika sama sekali tidak jantan .

'he quips me .  Dumb ! ' Tara balik menyindirnya  .Tara benar-benar kesal dengan teman sekolahnya yang satu ini . Dia laki-laki tapi senang berkomentar . Semua orang dia komentari . Twitter adalah hak orang untuk melakukan apapun yang dia mau . Dia juga menggunakan twitter untuk mengomentari kekurangan setiap orang . Dan itu menyakiti perasaan  . Kelakuan Dika memang sangat mengesalkan . Dia merasa dialah yang paling benar .

***

Dika tersenyum sinis melihat layar Smartphone-nya .Dasar gadis manja yang menyebalkan . Untuk apa setiap kegiatan yang dia buat dia laporkan ke semua orang ?
 "aku tidak butuh informasimu . You're not a celeb dude" Dika sangat kesal melihat orang yang setiap melakukan kegiatan dia laporkan di twitter. Menurut dia itu pamer , tapi lebih-lebih itu norak . Sebenarnya itu hak mereka . Twitter itu milik mereka . Tapi itu benar benar membuat Dika kesal . Membuat remaja zaman sekarang jadi berlebihan.Salah satu orang yang bagi Dika berlebihan adalah Tara. Dan entah mengapa ,saking bencinya pada Tara dan Twitnya Dika menjadi stalker sejati akun twitter milik Tara.

"HAhahhaha .Dia bilang ' at sekolah .fisika sulit beudh' gue juga tau sulit .penting ya lo pamerin .Aakakakaka" Dika terus memperhatikan twit milik Tara . Padahal twit yang dibikin Tara itu sudah 8jam yang lalu .Tapi Dika mencari  tau , dan dia juga tidak mengerti  . Mungkin alasanya untuk membuat dirinya senang. Mengejek Tara adalah hal yang paling menyenangkan di dunia


'girls girls .sekali lagi . I don't need your information dude :)))) ' @radikaputra . Lagi-lagi dia menyindir Tara . Dia menunggu respon Tara . Dika yakin bahwa Tara akan membalasnya dengan sindiran . Dan itulah yang akan membuatnya senang .

'dude hey dude. Thanks for caring me ' @tarashila . Dan benar , Tara balas menyindir Dika . Dika sedikit kesal karena Tara bilang dia memperhatikanya . Jangan pernah harap Dika akan memperhatikan Tara . Walaupun sebenarnya . menjadi Stalker akun twitter Tara itu adalah sebuah bentuk perhatian yang besar .Dika tidak mau mengakuinya .

'kalau gak bisa bahasa inggris gausah sok-sok english dek . Norak girl .Hahahahahaa ' @radikaputra

***
Tara melempar bantalnya ke lantai . Dika benar benar sudah membuatnya muak . Kalau gak suka kenapa gak unfollow aja . Kalau gak suka kenapa gak mention langsung aja ? bagi Tara Dika adalah seorang pengecut ulung . Dia benar-benar membuat Tara kehabisan Ide. Tara merasaa sangat marah . Memangnya kenapa jika ia melaporkan setiap kegiatan yang dia lakukan . Jika itu membuat Tara lebih baik itu tidak salah. Walaupun Tara sadar itu berlebihan . Tapi itu hak dia . Terus kenapa dia harus terus menyindir aku . Tara sudah pernah unfollow Akun milik Dika . Tapi Dika malah follow kembali twitter milik Tara.  apa yang dipikirkan oleh Dika ? Bagi Tara Dia itu benar-benar gila .

'@radikaputra lo nyindir gue ' @tarashila . Tara memberanikan diri untuk bertanya pada Dika. DIa benar-benar kesal .

'@tarashila . Ngerasa ??? "Radikaputra

'unfollow aja kalau ga suka ....! pengecut!!! RT @radikaputra @tarashila . Ngerasa ???' 

1 jam ,2jam bahkan 10 jam kemudian Dika tidak membalasnya . Tara sempat melihat Dika berkeliaran di Timeline. Tapi Dika sama saekali tidak membalas mention milik Tara. Tara kesal . Dika benar-benar pengecut.

*** 

Teman-teman Tara berhenti tertawa saat melihat temanya datang dengan wajah yang kusut. Mereka tau betul kenapa Tara seperti itu . Twitter adalah pemberi informasi terbaik . Dari mulai hal penting sampai gosip tak penting . Twitter sudah mirip seperti google. Sebenarnya mereka ingin bertanya apa penyebab 'twitwar' antara dia dan Dika . Tapi mereka memutuskan untuk menunggu Tara yang bercerita duluan . Tara terlihat badmood.
"Gue bete banget banget bangeeeet " Curhat tara
"Dika ? " Tika dengan yakin menebaknya . Tara tidak menjawab tapi mengiyakanya . Mereka semua tau bahwa Dika sering membuat Tara sakit hati dengan tweet sindiranya . Tapi teman-temanya juga sadar bahwa Dika tidak terlalu salah .
"Dia itu ngerasa sempurna banget . Emangnya apasih salah gue sama dia . Emang yang gue post di twitter ngerugiin dia . Bikin sakit hati dia .? Enggak kan ?? Itu sama sekali ga ada hubunganya sama dia . "
Teman-temanya diam . Benar juga ? Tara kan tidak menyakiti DIka . Kenapa Dika harus sewot banget .
"Gue boleh kasih saran ga ? " Kata Nila temanya yang memiliki sifat paling dewasa
"Twitter itu emang fun . Tapi segala sesuatu yang terlalu fun kadang bikin kita celaka . Kita harus kontrol itu Tar " Tara masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Nila

"gini ya maksud gue . Lo bisa gak kurangin informasi yang lo buat di twitter. Kalau lo nge post terus hidup lo ga bakal jadi Privacy . Boleh sih banyak nge twit tapi lo harus kontrol juga . "  Tara diam mendengar kataa Nila . Apa Nila sedang membela Dika ? apa nila setuju dengan Dika ? Tapi mau tidak mau Tara harus mengakui bahwa Nila benar . Mungkin Tara akan berusaha mengurangi intensitasnya membuat laporan pada twitter dan followersnya . Tara sadar dia bukan Artis.  Tapi itu sangat menyenangkan . Kenapa harus ada orang yang suka berkomentar . Tara kesal sekali

"Sekali lagi Tar . Lo boleh nge twit apa aja . Tapi lo harus kontrol bukan sama sekali ga nge twit . Kan kalo itu bikin lo seneng kenapa lo harus tinggalin " Nila mengerti perasaan  Tara.  Tara tersenyum dan memeluk Nila .

'dear friends . Maaf jika aku sering nyampah di timeline kalian . i'm outta control . but it's make me happier . Janji deh bakal kontrol . Sorry !' @tarashila 

***
"Hah minta maaf " Dika benar-benar tidak percaya apa yang dilihatnya di twitter kali ini . Tara shila minta maaf ? Dia sadar kalau Dia itu lebay ? DIka tertawa puas akhirnya gadis manja itu sadar. Dika merasa senang karena twit sampah milik Tara akan berkurang . Itu akan membuatnya lebih tenang dan tidak muak


'akhirnya gadis dungu sadar . hahaahhaha ' @radikaputra. Tapi Dika tidak berhenti menyindir Tara . Dia terus menyindir dan menyakiti hati Tara dengan twit sindiranya . Dika sebenarnya sudah keterlaluan . Sudah dinasehati oleh teman-temanya agar tidak melanjutkan 'twitwar' ini . Dika sama sekali tidak peduli . Yang dia pedulikan adalah 'perhatian dan respon' dari Tara . Tara harus memperhatikan diriya .


Tara tidak muncul di Timeline . Sudah hampir seharian . Biasanya dia terus muncul dan melaporkan kejadian tidak penting dalam hidupnya . Selama 1 jam sekali Dika mengecek twitter milik Tara . Istilah gaul anak muda zaman sekarang namanya 'kepo' . Tara sama sekali tidak terlihat . Tara sama sekali tidak menyentuh twitternya . Ini sudah hampir seharian. Dika hafal betul , biasanya Tara paling lama tidak main twitter adalah 8 jam . Itu kalau dia sibuk ,dan setelah itu Tara bisa bikin 100 twit dalam 3jam .Kenapa sekarang dia tidak muncul ? Kenapa gadis itu ? tidak ada hiburan lagi untuk DIka kalau Tara tidak ada di Timeline ? Apakah Tara benar-benar sadar .? Apakah Dika bahagia Tara menghilang ? Tentu saja tidak. Baginya Twitter menjadi terasa sangat membosankan tanpa kehadiran Tara .

***

'Akhirnya TL tenang tanpa si Ratu pamer ' @radikaputra
'Biasanya si ratu pamer lagi ngepost lagi ngapain aja dia sekarang . Ga punya pulsanya ?hahahah ' @radikaputra.
 'aaaaaahhh asiiiiik banget ga ada dia . Hidup gue jadi tenang !!!!!! ' @radikaputra.

Tara sudah gatal ingin membalas sindiran Dika . Tapi dia ingat perkataan Nila.  Dia harus mengontrol segala sesuatu yang berhubungan dengan twitter. Dika sangat mengesalkan . Tapi kalau Nila membalasnya Dika akan merasa puas . Entah kenapa Nila bilang kalau Dia menghilang dari Twitter Dika akan penasaran ? Nila salah besar. Dika malah merasa senang dia pergi dari Timeline. Dika benar-benar mengesalkan .
"Apaaan sih nih anak . !!! Seneng2 sih . Tapi gausah di twit berkali-kali juga " Tara kesal hingga menangis . Tara sedikit menyesal dengan perlakuan Dika . Dika sangat tidak menyukai dirinya . Dika terlalu sering membuatnya sakit hati . Dika tidak pernah mau mengerti karakter Tara. Padahal Tara menyukai Dika . Ya , Sekali lagi ditegaskan , Tara menyukai Dika .

*** 
Dika melihat sosok Tara yang akan lewat dihadapanya . Dika tau Tara sedang membuang muka dan tidak mau melihat dirinya . Sebenarnya Dika merasa senang bisa melihat gadis itu . Ini adalah saat yang tepat untuk membuatnya kesal . "Ratu twitter ! " Sapanya dengan nada yang halus sambil tersenyum . Tara tau ini pasti tidak serius . Dia pasti akan membuat Tara kesal lagi .

"Ratu Twitter yang twitnya banyak yang suka ngelapor ke twitter . Gue boleh bilang sesuatu gak sama lo . " Tara masih tidak menjawab dan melihat Dika

"Liat gue Tar . Gue mau ngomong sama lo " Kali ini Dika membentaknya

"Apa sih Dika ih !!! Elo kok seneng banget sih ganggu gue . Lo kok seneng banget sih komentarin gue . Gue kan udah mengurangi intensitas gue nge twit atau ngelaporin sesuatu . Kenapa  lo masih ganggu gue ..... " Tara hampir menangis . Matanya sudah berkaca-kaca tapi dia menahanya. Gengsi . Gengsi menangis di depan Dika .Dika tersenyum sinis . Puas mendengar suara gadis itu

"Engga gue cuma bilang makasih ajaa . MAKASIH UDAH MENGHILANG DAN GA NYAMPAH DI TIMELINE GUE LAGI . HAHAAHAHAHA " DIka tertawa diikuti dengan teman-temanya . Tara kesal dan berniat untuk pergi . Tapi Dika menarik tanganya dan menahan Tara agar tidak pergi

"DIKAAA . "

"Gue belum selesai ngomong . Gue mau utarain unek-unek gue sama lo selama ini . guee itu guee... " Dika terdiam . Bingung .

"Gue rasa lo tuh kampungan . Hahahahahaa 'aduh cape banget nih @tarashila nya lagi cape' eh ada lagi yang lain guys . '@mall terbaru .it's shopping time ' mau tau yang lebih ga penting lagi ga guys nih ada nih ' gue badmood banget . ' hahahahahaha norak lo Tar "

"Dika elo kenapa sih ? GUE MINTA MAAF KALO GUE SUKA NYAMPAH DI TL LO . DAN GUE HARAP LO UNFOLLOW GUE AJA BIAR LO GA KEGANGGU " Tara pergi meninggalkan Dika . Dika tertawa puas sekali . Tapi teman-teman Dika merasa dia sudah keterlaluan . Walaupun tadi mereka ikut mengejek Tara . Tapi mereka merasa bersalah . Dika tidak peduli dengan apa yang dilakukanya . Yang penting Tara kesal dan memperhatikan dirinya tadi . Dika sudah sangat puas .

***
Tara termenung di angkutan umum menuju jalan rumahnya . Dia menangis karena untung saja angkot hanya ada 3 orang wanita disana . Tara masih mengingat apa yang telah Dika lakukan pada dia tadi dan selama ini . Perlakuan buruk Dika benar-benar mengecewakan , tapi anehnya Tara malah makin menyukai Dika . Semakin Dika menyakitinya , semakin Dika membuatnya kesal Tara tidak bisa melupakanya . Tara tau Dika memperlakukanya seperti itu karena Dika pernah sakit hati dengan perkataan Tara. Saat itu Dika dibentak oleh Tara karena salah mengerjakan tugas kelompok mereka . Tara membuat twitter dan mengutarakanya di twitter dengan kata yang menyakitkan

'eh gue tuh udah cape-cape bikin tapi lo malah ngehancurin semuanya . Ga bisa ngerjain tugas ya . bodo sih lo ' @tarashila 

Saat itu Dika melihatnya . Dika merasa sangat sakit hati dan kesal . Dia merasa sangat direndahkan oleh Tara. Tara itu mengesalkan . Mulai saat itu Dika tidak pernah ramah pada Tara . Dika sama sekali tidak menyukai Tara. Jejaring sosial itu telah membuat Dika membenci Tara . Dan Tara sangat menyesal . Saat itu dia hanya kesal , hanya saja cara Tara yang salah menggunakan media jejaring sosial miliknya .

Tiba-tiba saja angkot berhenti . Berhenti di tempat yang sangat gelap dan sepi . Angkot tersebut mogok . Dan kelihatanya rusak total . Tara dan 3 ibu-ibu yang di angkot itu merasa panik . Mending mereka bertiga , Tara hanya sendirian . Jalanan sepi dan sangat gelap . Angkutan umum yang sama tidak lewat lagi karena angkot yang di tumpangi Tara adalah yang terakhir . Tara sangat panik .  Ketiga ibu-ibu itu turun dan Tara mengikutinya . Ternyata rumah mereka sudah dekat, sedangkan rumah Tara masih jauh . Udara dingin begitu menusuk . Tara lupa membawa jaket. Hari ini benar-benar lengkap penderitaanya . Tara sangat takut dengan suasana jalanan . Ini baru jam 8 malam tapi terlihat seperti tengah malam . Tara jongkok di pinggir jalan yang cukup terang . Tapi lampu itu sama sekali tidak membantu ketakutan Tara . Tara bingung harus melakukan apa ? Tanpa disadari dia mengeluarkan smartphonenya dan membuat twitter. tara tidak peduli dengan Dika . Yang dia rasakan kali ini hanyalah takut ..


'ampuuun angkot mogok . Jalanan gelap . GA ada angkot .Dijalan cuma gue . Sepi dan menakutkan . Guee gak bisa pulang ' @tarashila 

sekejap banyak sekali mention yang masuk ke timeline Tara . Tara merasa senang karena teman-temanya begitu perhatian . Tapi tetap saja Tara takut . Jalanan terlalu menakutkan . Sama sekali tidak ada angkutan umum yang lewat . Saat memeriksa mention yang masuk . Tara terkejut melihat seseorang merespon twitter nya . Kali ini dia tidak sedang menghina Tara .

'lo dimanaaaa ?????? RT @tarashila ampuuun angkot mogok . Jalanan gelap . GA ada angkot .Dijalan cuma gue . Sepi dan menakutkan . Guee gak bisa pulang' @radikaputra. DIKA ??? Dika sedang bertanya dirinya dimana ? Tara yakin Dika akan menegejeknya lagi ..

'mau tau banget sih loo @radikaputra ini bukan saatnya lo ngejek gue ' @tarashila 

'gueee tanyaa lo dimanaaa kampreet ?????????????? @tarashila' @radikaputra . Tara menekuk wajahnya . Bebar-benar laki-laki perusak suasana , pikirnya


'di jalan mawaar @radikaputra .puas lo ! " @tarashila  

'tunggu gue .jangan kemana mana . cari tempat yang terang . Gue bakal jemput lo sekarang juga. setengah jam janji cuma setengah jam gue udah sampe sana @tarashila ' @radikaputra 

APA YANG SEDANG DILAKUKAN DIKA ? Tara benar-benar terkejut . Jantungnya berdegub 2 kali , oh tidak mungkin 8 kali lebih kencang. Pikiranya sudah berantakan . Tapi jauh dilubuk hatinya dia merasa sangat bahagia . Apa Dika bilang tadi dia akan menjeputnya ? Apa Dika benar benar akan menjemputnya . Dika pasti hanya bergurau . Dia hanya meledek Tara tadi . Dika hanya senang melihat Tara menderita di jalanan yang sepi , gelap dan sangat berbahaya ini . Tara benar-benar menepis pikiranya bagwa Dika akan menolongnya hari ini . Ini tidak mungkin
Suara motor dan lampu yang menerangi wajah Tara mendekat padanya . Dika . Dika benar benar menjemputnya .

***
Tara dengan ragu menaiki motor Dika . Dia benar-benar merasa gugup . Karena gugup dia menjadi lambat dan membuat Dika kesal . Tara langsung naik kemotor DIka saat Dika mulai membentaknya tadi . Kali ini Tara tidak marah dibentak oleh Dika . Karena Dika sudah menolong dan menyelamatkanya hari ini . Dika melajukan motornya dan berhenti disebuah cafe kecil dekat rumah Tara.  Tara heran kenapa Dika mengajaknya kesini .
"Turun lo . " Dika berjalan memasuki cafe. Tara mengikutinya dengan heran .
"Ngapain kesini Dik ?? " Tanya tara
"Gue udah nolongin lo . Sekarang saatnya lo balas budi . Teraktir gue sekarang juga !!!! " Tara sudah menduganya . Anak ini sama sekali tidak iklas menolongnya.  Dika benar-benar menyebalkan . Tapi mau tidak mau Tara harus melakukanya . Sekali lagi , Dika sudah menyelamatkan dirinya dari bahaya . Mereka duduk disebuah kursi yang berada ditaman Cafe. Dengan dihiasi lampu taman yang membuat taman menjadi sangat indah . Tara sangat suka dengan suasana ini . Bersama Dika . Bersama dika yang menyebalkan .
Mereka duduk dan saling diam . Tara bingung harus berkata apa pada Dika . Dika juga tidak memulai pembicaraan . Tentu saja dia tidak suka bicara pada Tara dan Tara mengerti itu

"MAkasih Dika " Tara berterima kasih  dengan nada yang sangat pelan .sebenarnya dia gengsi . Dika terkejut dengan apa yang dikatakan Tara

"Lo bilang apa tar ?? " Tara menghela nafasnya . Apa benar dia tidak mendengarnya .Dia pasti hanya ingin merendahkan Tara

"MAkasih banget Dika ... "

"Sama-sama " Dika menjawabnya dengan singkat tapi tersenyum . Tara terpaku melihat Dika . Dia hanya menjawab tanpa menghina .Dan tersenyum . Apa yang sedang terjadi malam ini . Ini benar-benar surga bagi Tara .

"Maaf... " Kali ini Dika benar-benar mengejutkan .Dia mengucapkan satu kata itu dan itu sangat sakral . Dika mengucapkan kata-kata yang tidak mungkin diucapkan olehnya .

"Maaf gue udah suka ngehina lo . Sebenarnya gue gitu karena sakit hati sama twit lo dulu yang gara-gara tugas kelompok itu .  " Tara sedih , dia masih merasa bersalah hingga detik ini

"Sebenarnya gue.... "TAra memotong pembicaraan Dika

"Gue minta maaf banget Dika . Gue tau gue salah . Tapi bukan itu maksud gue . Gue itu cuma kesel . Enggak gue gak maksud bikin lo malu .... " Dika menutup mulut TAra dengan mulutnya agar Tara berhenti berbicara . Tiba-tiba saja dia membisikan sesuatu

"Gue suka sama lo Tar . Tapi gue bingung karena lo bikin gue sakit hati " Suara Dika begitu jelas ditelinga TAra . Hanya suara Dika . Tidak ada yang lain . Tara juga yakin jantungnya sudah berhenti berdegup selama 2 detik . Untung saja Tuhan masih menyelamatkanya . Dia tidak yakin dengan apa yang didengarnya tapi suara Dika begitu jelas. Tara terdiam . Laki-laki yang selama ini suka menyindirinya di twitter menyukainya . Dunia sudah gila hari ini .

"Dan sebenarnya gue juga gak bohong masalah kenorakaan lo di twitter. Tapi gue ngerasa sepi kalo lo ga ada di timeline Tar . " Dika tersenyum . Tara juga tersenyum sambil menangis. Dibalik kebencian Dika , Cinta yang dipendam oleh Tara selama ini terbalaskan . Hubungan mereka dijaraki oleh kebencian dan twitter. Tapi kali ini mungkin cinta mereka akan bersatu .

"Lo juga suka sama gue Tar ? "Tara mengambil smartphonenya dan menuliskan sesuatu .

"Liat aja twitter lo Radika Putra "  Dika bergegas mengambil smartphone nya dan tersenyum melihat twittenrya

'terima kasih @radikaputra . love you too :)))))' @tarashila 

Cerpen : @risdaaaR

Jutaan bintang yang bersinar malam ini tetap setia menemani Discha di kegelapan malam. Gadis cantik ini gemar sekali melihat bintang. Menurutnya, bintang itu memang hanya setitik sinar putih yang bersinar di gelapnya langit malam tapi justru disitulah keistimewaannya. Baginya, bintang-bintang itu seperti lampu, jika ia padam, maka hanya kegelapanlah yang bisa kita lihat. Jika ia padam, kita tidak akan pernah bisa melakukan sesuatu dengan sempurna. Dan jika ia padam, yang dapat kita lihat hanyalah hitam.
Discha sedang berkutat dengan laptopnya dibawah kilauan sinar bintang ketika tiba-tiba ada tangan seseorang sedang memeluknya dari belakang.
“Fata” seru Discha sambil tersenyum dan menoleh untuk melihat wajah pria yang dipanggilnya Fata itu. Namanya Fatra, tapi Discha lebih senang memanggilnya Fata.
Fatra balas tersenyum. “Kamu lagi nulis ya? Maaf ya, aku ganggu kamu lagi” ucap Fatra sedikit menyesal karena telah memotong waktu Discha untuk menulis.
“Nggak kok. Aku memang lagi nulis, tapi sekarang sudah selesai” jawab Discha sambil tetap memasang senyum manis diwajahnya dan kemudian menutup laptopnya. Discha memang sangat menyukai menulis. Ia selalu menyempatkan waktu senggangnya untuk menulis cerita apa saja yang ada di pikirannya. Sudah sangat banyak naskah novelnya yang tersimpan di rumahnya. Hanya tersimpan di rumah, tanpa mencoba untuk mengirimkannya ke penerbit ataupun memperlihatkan kepada teman-temannnya. Hanya Fatra dan Vana –sahabatnya  yang selama ini selalu setia membaca dan memberi komentar pada setiap naskah yang selesai Discha buat, terlebih karena hanya mereka berdua yang ia izinkan untuk membacanya. Bukan karena ia takut dan bukan pula karena ia minder, melainkan karena ia tidak pernah mendapat restu dari mamanya untuk menjadi seorang penulis walaupun dalam hatinya tersimpan keinginan yang begitu besar untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang penulis. Namun, semua itu tidak membuatnya patah semangat dan memutuskan untuk berhenti menulis. Ia tetap menulis dan berharap suatu saat mamanya akan menyetujuinya untuk menjadi seorang penulis.
“Oh ya? Boleh aku liat?” tanya Fatra dengan wajah yang cerah. Ia memang sangat suka membaca hasil karya Discha. Menurutnya, semua karya Discha sangat menarik. Cerita yang dibawakan Discha bukan hanya sekedar memiliki nyawa tetapi nyawa yang diberikan dalam cerita itu sangat aktif dan berwarna.
“Tentu aja boleh, tapi jangan sekarang ya! Aku lagi pengen keluar, kamu mau kan nemenin aku?” Discha menatap Fatra dengan pandangan memohon.
“Tapi ini sudah jam sembilan malam Dis” jawab Fatra sambil melihat jam tangan di tangan kirinya.
“Ya, aku tau. Tapi aku tetap mau keluar, aku bosan di rumah. Mama juga lagi ke rumah tante Ana.  Anterin aku ya? Please” mohon Discha.
“Oke. Kamu mau kemana?”
●●●
Discha dan Fatra sampai di dalam sebuah hutan yang letaknya sangat jauh dari pusat kota. Sebenarnya Fatra sempat memprotes keinginan Discha untuk pergi kesini pada malam hari, tetapi ia sangat tau bahwa Discha bukanlah orang yang mudah untuk dibantah terlebih jika ia ingin ke hutan ini. Jika Fatra tetap tidak mengantarkan Discha ke hutan ini, maka tanpa ragu Discha akan pergi kesini sendiri walaupun waktu telah menunjukkan tengah malam sekalipun. Hutan ini memang hutan yang sama dengan hutan yang kita tahu, tetapi di dalamnya ada sebuah tanah lapang yang sangat luas, dan disanalah tempat favorit Discha untuk beristirahat. Discha bisa menghabiskan waktunya seharian disini hanya untuk menenangkan pikirannya. Ia sangat menyukai tempat ini. Menikmati setiap kesunyian yang tercipta dari tenangnya hutan ini. Discha menamakan hutan ini dengan nama Hutan Bintang.
Discha dan Fatra sedang berbaring di tengah tanah lapang itu dengan beralaskan rumput. Memandang jutaan bintang yang terhampar dihadapan mereka.
“Fata”
“Hm”
“Kamu mau nggak aku ajak ngeliat kolong langit?”
“Kolong langit?”
Discha tersenyum dan mulai menjelaskan kepada Fatra “Dulu aku pernah nonton sinetron. Salah satu tokoh di sinetron itu pernah bilang kalau sebenarnya kita itu bisa ngeliat kolong langit. Awalnya aku juga sempat bingung tapi setelah mendengar penjelasannya, rasa bingung aku itu berubah jadi rasa penasaran” Discha berhenti sebentar, menutup matanya sejenak, menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia membuka matanya kembali dan berkata, “Sekarang aku udah ada di kolong langit. Sejak nonton sinetron itu, aku selalu ngelakuin ini. Aku selalu senang bisa ngeliat kolong langit, apalagi saat langit sedang ditaburi bintang-bintang seperti ini”
Fatra semakin bingung. Ia tidak mengerti apa yang dimaksud Discha dengan “Kolong langit”. Discha hanya berkata bahwa ia bisa melihat Kolong langit dan sesaat kemudian ia berkata bahwa ia telah ada di Kolong langit padahal sama sekali tidak ada gerakan yang dilakukan gadis itu kecuali menutup matanya sejenak dan membukanya kembali.
“Bingung ya?” tanya Discha tanpa mengalihkan pandangannya dari langit.
“Aku bingung banget. Maksud kamu gimana sih?”
“Ikutin perintah aku ya! Tutup mata kamu dan bayangkan kalau langit yang ada di atas kita ini ada di hadapan kamu, tepat di depan mata kamu” Fatra menuruti perintah Discha. “Udah bisa bayangin?”
“Ya”
Discha tersenyum dan kembali berkata “Buka mata kamu!” Fatra membuka matanya dan terdiam beberapa saat. “Apa yang kamu liat?”
“Langit... tepat di hadapan aku.” Jawab Fatra takjub. “Jadi ini yang dimaksud kolong langit?”
“Iya. Indah banget kan?” Wajah Discha sangat berseri-seri ketika mengatakan ini.
“Sangat” Fatra tersenyum, membuat Discha tidak tahan untuk menahan senyumnya.
“Aku senang bisa ada disini, karena kalau aku ada disini, aku selalu bisa bebas bermimpi. Membayangkan apa yang selama ini selalu aku inginkan” Discha tersenyum. “Kamu tau hal apa yang selama ini selalu aku bayangkan?”
Fatra ikut tersenyum dan kemudian menjawab, “Melihat orang-orang sedang mengantri di kasir toko buku sambil membawa novelmu?”
Discha tersenyum semakin lebar. “Kamu selalu tau apa yang aku inginkan”
“Ya... karena kamu adalah jiwaku” Fatra menatap Discha dengan mata yang sangat jelas menunjukkan apa yang dirasakannya. Cinta.
●●●
“Discha” Discha menoleh ke arah suara dan mendapati sahabatnya, Vana sedang berlari-lari kecil ke arahnya.
“Hai Van. Semangat banget lo kayaknya, ada apaan?” Discha merangkul sahabatnya itu ketika ia sudah ada disampingnya.
“Gue punya kabar bagus buat lo” kata Vana sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat berlari tadi.
“Apaan?”
“Beliin gue minum dulu gih! Capek gue lari-lari buat ngejar lo”
“Lha? Emang gue ada nyuruh lo buat ngejar gue? Udah deh! Apaan beritanya?”
Vana bergumam tidak jelas sambil memanyunkan bibirnya sebelum berkata, “Kemaren gue sempat baca, ada salah satu penerbit yang lagi bikin lomba menulis novel tentang ibu dalam rangka menyambut hari ibu. Deadline nya sehari sebelum hari ibu, dan itu artinya masih 3 bulan lagi. Kalau lo ikut, gue yakin lo pasti bisa menang” Vana sangat bersemangat ketika mengucapkan kalimat terakhirnya.
“Van, lo tau kan alasan gue yang sampai sekarang belum nyoba buat ngirim naskah gue ke penerbit?” Wajah Discha berubah murung.
“Gue tau Dis, maaf sebelumnya tapi justru itu yang mau gue omongin sama lo sekarang” Vana duduk di kursinya ketika mereka telah sampai di kelas, di ikuti Discha yang duduk di sebelahnya.
“Jadi lo punya saran buat gue? Menurut lo gimana?” Discha menatap Vana dengan pandangan yang berarti ia sangat mengharapkan bantuan dari Fana.
“Sebenarnya gue juga bingung Dis. Gue tau lo sayang banget sama nyokap lo dan sangat menghormati beliau, tapi apa lo nggak mau berusaha buat bilang perasaan lo yang sebenernya Dis? Maksud gue, seenggaknya lo coba bilang kalau menjadi penulis itu adalah impian terbesar lo. Gue tau lo anak satu-satunya dan otomatis Cuma elo yang diharapkan untuk bisa meneruskan usaha nyokap lo tapi menurut gue, lo bisa kan tetap menulis sambil mengurus usaha nyokap lo. Gue tau ini pasti bakalan susah buat lo. Mungkin lo pikir ide gue ini gila, nggak ngebantu, atau apapun tapi lo tau gue kan, gue emang nggak berbakat ngasih saran buat beginian tapi seenggaknya lo bisa coba dan ngomongin ini ke nyokap lo”
“Lo bener juga Van. Kenapa gue nggak pernah kepikiran ya? Gue tau pekerjaan nyokap gue dan menurut gue itu nggak terlalu susah. Gue masih bisa nulis walaupun gue harus ngurusin usaha nyokap gue. Gue bakal coba ngomongin ini ke nyokap gue. Makasih ya Vana sayaanng” Discha memeluk Vana dengan penuh kehangatan persahabatan yang dibalas Vana dengan suka cita.
●●●
Discha sedang makan malam dengan mamanya. Ia berpikir bahwa ini adalah saat yang tepat baginya untuk mengungkapkan semua apa yang di bicarakannya dengan Vana tadi pagi.
“Ma “ Discha menatap mamanya dengan sedikit ragu.
“Ya? Ada apa?” Mamanya juga ikut menatapnya.
“Emm.. Discha mau ngomong sesuatu, tapi sebelumnya Discha mau minta maaf. Bukannya Discha bermaksud nggak menghargai mama, tapi...Discha rasa, Discha tetap ingin jadi penulis ma. Discha tau mama menginginkan Discha untuk meneruskan usaha mama. Discha janji akan berusaha untuk meneruskan usaha mama tapi Discha juga akan tetap memilih menjadi penulis sebagai pekerjaan Discha yang lain. Emm.. mama.. izinin Discha ?”
Mama Discha terdiam beberapa saat sebelum berkata “Kamu dengar Discha! Mama nggak merestui kamu menjadi penulis bukan hanya karena semata-mata mama ingin kamu meneruskan usaha mama. Mama memang ingin kamu meneruskan usaha mama tapi itu semua juga buat kamu, bukan karena mama hanya mementingkan usaha mama. Mama ingin hidup kamu itu pasti Discha, bukannya mengharapkan sesuatu yang belum tentu membuat kamu menjadi lebih baik”
“Tapi ma, menulis itu hidup Discha. Discha bisa menjadi jauh lebih baik kalau Discha menulis...”
“Sudahlah Discha! Mama ingin istirahat”
Discha hanya bisa termenung sedih melihat mamanya pergi ke kamarnya tanpa memberi restu kepada Discha untuk mencapai impiannya.
●●●
Sudah beberapa hari ini Discha tidak keluar rumah kecuali ke sekolahnya. Discha merasa telah kehilangan sebagian jiwanya. Ia memang masih menulis, tetapi ia sudah kehilangan kepercayaannya bahwa suatu saat nanti ia bisa menjadi penulis. Setiap ia menulis, ia selalu bertanya-tanya tentang kemungkinan apakah cerita yang selama ini selalu dibuatnya bisa dibaca oleh orang banyak. Hal ini membuatnya sangat sedih, bahkan Fatra sekalipun tidak bisa mengembalikan semangat Discha seutuhnya.
Hari ini Discha hanya berdiam diri sendiri di rumahnya. Mamanya sedang pergi keluar untuk mengurusi usahanya. Ia berniat membaca novel-novel yang ada di perpustakaan kecil di rumahnya. Sebenarnya ia ingin menulis tetapi suasana hatinya yang kurang baik membuat ia kehilangan inspirasinya.
Siang ini Discha sudah menghabiskan beberapa novel. Saat ia sedang mencari-cari novel yang akan dibaca selanjutnya, tiba-tiba ia melihat sebuah novel yang sangat asing di matanya. Sepertinya ia sama sekali tidak pernah melihat novel ini sebelumnya. Saat sedang melihat-lihat novel tersebut, tiba-tiba matanya terbelalak melihat sesuatu yang ada di novel itu...
●●●
“Mama” panggil Discha ketika mamanya telah memasuki rumah.
“Ada apa Dis? Kalau kamu ingin membicarakan soal itu lagi..”
“Kali ini aja kasih kesempatan ke Discha, ma! Discha mau tanya.. soal ini” Discha memperlihatkan novel yang di temukannya di perpustaan kecilnya tadi siang kepada mamanya.
Mama Discha terlihat kaget tapi sesaat kemudian ekspresi wajahnya kembali normal. “Dari mana kamu dapatkan buku itu?”
“Tadi siang Discha nemuin ini di perpustakaan. Sekarang Discha mohon, jelasin ke Discha tentang semua ini”
“Semua itu nggak penting Discha”
“Tapi bagi Discha ini penting, ma. Sangat penting. Kenapa mama nggak bolehin Discha jadi penulis sementara mama, tanpa sepengetahuan Discha pernah menjadi penulis. Kenapa mama nutupin semua ini dari Discha? Apa lagi yang nggak Discha tau soal mama?”
“Maafin mama Discha, tapi semua ini...” Mama Discha hanya menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya kepada Discha.
“Mama tau kan penulis itu impian terbesar Discha. Selama ini mama nggak pernah menyetujui Discha menjadi penulis tanpa alasan yang jelas. Discha mau tau ma, Discha mau tau kenapa mama nggak pernah menyetujui Discha menjadi penulis dan Discha juga mau tau kenapa mama nggak pernah pernah bilang ke Discha kalau mama adalah.. seorang penulis”
●●●
 Semalaman ini Discha hanya menangis di kamarnya. Ia mengingat kembali semua cerita yang di ceritakan oleh mamanya. Mulai dari betapa mamanya sama seperti Discha, sangat menginginkan menjadi seorang penulis. Karena kegigihan dirinya, mamanya sempat menjadi penulis yang sangat sukses di usianya yang masih sangat muda, pada masa itu umur beliau masih sekitar 17 tahun. Setelah menikah, mamanya masih sangat gemar menyalurkan hobby menulisnya itu, bahkan hampir semua waktunya di luangkan untuk menulis. Papa Discha mulai jenuh dengan sikap mamanya yang menurutnya kurang perhatian itu sampai pada akhirnya mama Discha memergoki papa Discha sedang berselingkuh dengan wanita lain di kantornya. Mama Discha datang ke kantor papanya untuk memberitahukan bahwa ia sedang mengandung, tetapi setelah melihat sesuatu yang tidak pernah di duganya, ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu suaminya tentang kehamilannya itu. Mama Discha sangat terpukul akan hal ini dan akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berpisah. Sejak mama Discha mengetahui alasan papa Discha mengapa ia sampai berselingkuh, ia semakin terpukul. Ya, alasannya karena mama Discha terlalu banyak menulis dan melupakan segala hal yang ada di sekelilingnya. Sejak saat itu, mama Discha mulai trauma dengan dunia menulis. Ia mencoba untuk melupakan kegemarannya untuk menulis dan memulai hidup baru dengan merintis usaha yang di milikinya ini dari nol.
Discha sama sekali tidak menyangka bahwa itu lah alasan mamanya selalu menolak memberi izin kepada Discha untuk menjadi seorang penulis. Selama ini ia selalu mengira bahwa semua ini dilakukan mamanya agar ia dapat meneruskan usaha mamanya. Ternyata ia salah, salah besar. Tapi setelah mamanya memberitahu semua alasannya, Discha jadi semakin bingung. Di satu sisi, ia sangat ingin mengikuti semua keinginan mamanya, ia tidak ingin melihat mamanya sedih. Tetapi disisi yang lain, di hati kecilnya, ia masih sangat ingin mewujudkan mimpinya untuk menjadi seorang penulis.
Selama beberapa saat ini Discha masih bingung dengan keputusannya. Ia masih belum bisa memutuskan untuk mengikuti keinginan mamanya atau memaksakan keinginannya untuk menjadi seorang penulis. Sampai suatu ketika, saat berada di ruang kerja mamanya, ia menemukan sebuah kertas yang isinya membuat ia sangat terkejut.
●●●
Sudah beberapa bulan ini Discha hidup seperti mayat hidup. Dulu, ia berpikir bahwa jika ia mengetahui alasan mamanya yang tidak mendukungnya menjadi seorang penulis ia akan menjadi lebih baik tetapi kenyataannya, keadaannya jauh lebih buruk dari sebelumnya. Ia benar-benar kehilangan jiwanya. Tidak ada lagi menulis. Tidak ada lagi membaca. Tidak ada lagi berangan-angan. Hanya diam. Hanya ada kesunyian.
“Discha..” panggil Fatra lembut. “Aku nggak maksa kamu buat cerita, tapi kalau kamu mau cerita, aku pasti akan selalu siap buat dengerin cerita kamu kapanpun kamu mau” Fatra mengelus rambut Discha dengan penuh kasih sayang.
Fatra dan Discha saat ini sedang ada di hutan Bintang. Awalnya Discha hanya ingin berdiam diri di kamarnya tetapi setelah Fatra mengajaknya kesini, ia tidak ingin menolak.
Mereka tidak mengeluarkan sepatah katapun setelah itu, sampai akhirnya Discha memecah keheningan dengan suaranya.
“Aku... takut” Discha mengucapkan dengan sangat lirih. Fatra nyaris tidak mendengar jika ia tidak berada sangat dekat dengan Discha.
Fatra menunggu Discha mengeluarkan kata-kata selanjutnya.
“Aku takut kehilangan mama” Kali ini Discha mengucapkannya sambil menoleh ke arah Fatra. Air mata yang sejak tadi ditahannya tumpah sudah tanpa bisa dihentikan. Ia menangis di pelukan Fatra.
Setelah Discha sudah mulai tenang, di tumpahkannya semua yang ada di pikirannya selama ini. Mulai dari percakapannya dengan mamanya saat di meja makan sampai saat ia mendengarkan alasan mamanya yang selama ini tidak pernah mendukungnya untuk menjadi penulis. Tidak ada lagi yang ia tutupi. Tapi kalimat selanjutnya yang di ucapkan Discha sempat membuatnya tercengang.
“Mama... sakit... leukemia... stadium akhir” Beberapa patah kata yang di ucapkan Discha dengan susah payah, yang di ucapkannya bersamaan dengan betapa derasnya air mata yang tumpah di pipinya.
Fatra sempat kaget saat mendengarnya, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia hanya mengusap-usap punggung gadisnya itu untuk menenangkannya, tanpa ada satu patah katapun yang keluar dari mulutnya karena ia tahu, saat sedang seperti ini, yang dibutuhkan Discha hanyalah ketenangan.
●●●
Hari ini discha kembali mengunjungi mamanya di rumah sakit. Sudah sebulan ini mamanya rutin melakukan kemoterapi. Beberapa kali Discha dengar bahwa banyak orang yang tidak tahan dengan sakitnya saat menjalani kemoterapi, tetapi selama ini mamanya masih bisa bertahan, setidaknya mamanya masih ingin bertahan.. untuk Discha, yang selalu menyemangatinya. Sebenarnya masih ada kemungkinan mamanya bisa sembuh yaitu dengan mencari donor sumsum tulang belakang yang cocok untuk mamanya. Saat mendengar itu, Discha senang sekali, bahkan hari itu juga ia meminta dokter untuk memeriksa apakah sumsum tulang belakangnya cocok dengan mamanya. Tapi ternyata ia harus menelan kekecewaannya sendiri karena ternyata hasilnya menyatakan bahwa sumsum tulang belakangnya dengan mamanya tidak cocok.
Discha tidak patah semangat. Ia masih selalu mencoba mencari orang yang sumsum tulang belakangnya cocok dengan mamanya dan tentunya yang rela mendonorkannya.
Discha membuka pintu kamar rawat mamanya. Ia masuk ke dalam dan ikut tersenyum ketika melihat mamanya tersenyum kepadanya.
“Mama” Discha memeluk dan mencium mamanya. “Hari ini Discha masakin ini buat mama, mama makan ya” Discha memperlihatkan kotak makanan yang dibawanya sejak tadi. Mamanya memang tidak menyukai masakan rumah sakit. Yah, sebenarnya memang hampir tidak ada pasien yang menyukai masakan rumah sakit. Mamanya selalu menolak makan jika suster rumah sakit ini membawakan makanan. Jadi, Discha selalu membawakan makanan buatannya sendiri untuk mamanya.
“Discha” mamanya memanggil Discha dengan suara yang sangat lemah.
“Iya ma? Mama makan dulu ya!” kata Discha sambil bersiap untuk menyuapi mamanya.
“Discha, mama minta maaf” Discha yang tidak mengerti maksud mamanya, menaruh lagi makanan yang sedang di pegangnya. Ia merasa mamanya ingin mengucapkan sesuatu yang sangat serius.
“Maaf buat apa, ma?” Discha bertanya sambil mengerutkan keningnya.
“Maafin mama karena selama ini mama selalu menghalangi jalanmu untuk mengejar impianmu,” Discha menunggu dengan sabar apa yang akan di katakan mamanya selanjutnya. “Mama memang bukan ibu yang baik, mama egois. Mama tidak memikirkan bagaimana perasaanmu. Mama sudah pikirkan ini semua. Tidak seharusnya mama melarangmu untuk mencapai impianmu hanya karena masa lalu mama” Mamanya terlihat sangat merasa bersalah.
“Mama, Discha nggak papa kok. Discha senang bisa mengikuti keinginan mama. Discha senang kalau mama bahagia” Discha tersenyum untuk menenangkan mamanya.
“Discha, teruskanlah!”
“Hm? Maksud mama...”
“Ya, teruskanlah jalanmu untuk mencapai impianmu! Apapun itu, mama akan mendukungmu. Teruslah menulis, Discha!”
●●●
Sudah setahun waktu berlalu sejak Discha di tinggalkan mamanya. Ia sudah kuliah di salah satu Universitas di Indonesia. Ia mencukupi hidupnya dengan usaha yang di tinggalkan mamanya. Ia mengurus semuanya dengan baik. Ia juga masih menjaga hubungannya dengan Fatra dengan sangat baik. Dan persahabatannya dengan Vana pun bertambah hangat.
Hari ini ia berniat untuk mengunjungi makam mamanya, sendirian. Kali ini ia hanya ingin berdua dengan mamanya.
Ketika ia sampai, ia berlutut di samping nisan mamanya.
“Mama.. Discha datang, ma. Mama apa kabar? Kabar Discha disini sangat baik, ma. Discha yakin mama tau akan hal itu, mama pasti selama ini selalu ada di dekat Discha kan? Karena Discha selalu ngerasain hal itu.” Discha tersenyum membayangkan kebenaran akan hal itu.
“Mama.. hari ini Discha mau kasih hadiah buat mama. Walaupun Discha tau, mama pasti juga sudah tau akan hal ini. Tapi Discha tetap ingin memberikan ini untuk mama” Discha mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. “Ini buat mama, novel pertama Discha. Mama tau? Novel Discha ini sekarang lagi terpampang rapi di deretan best seller” Discha tersenyum. “Saat Discha menghadiri launching novel ini, Discha sempat tanya kenapa mereka semua bisa menyukai novel Discha. Dan kebanyakan dari mereka bilang, cerita dalam novel Discha sangat menarik. Dan mama tau kenapa novel pertama Disha ini bisa menjadi sangat menarik? Karena di novel ini, Discha menuliskan semua jalan kehidupan Discha. Discha menuliskan semua cerita tentang kita. Mama, Discha, dan.. papa”
“Mama.. Sebenarnya beberapa hari yang lalu, Discha sempat ketemu dengan papa. Discha memang nggak kenal dengan papa, bahkan Discha juga nggak pernah tau nama papa. Tapi apa mungkin ini yang dinamakan takdir ya, ma?” Discha terkekeh pelan.
“Discha ketemu dengan papa di toko buku. Waktu Discha di toko buku untuk melihat orang-orang yang sedang mengantri membeli novel Discha, tiba-tiba ada orang yang bertanya apakah Discha adalah penulis yang menulis novel ini. Ya, yang bertanya itu papa. Papa bilang, dulu mama sangat ingin menamai anaknya dengan nama Discha. Karena itu, papa penasaran saat melihat nama Discha. Awalnya papa ragu kalau Discha ini memang Discha anak mama, tapi akhirnya papa tanya sama Discha siapa nama mama dan Discha pun tanpa ragu langsung menyebutkan nama mama. Papa terlihat sangat kaget bercampur senang. Dari situlah awalnya kenapa Discha bisa tau kalau itu papa Discha.”
“Setelah itu, papa mengajak Discha makan diluar. Papa banyak bercerita sama Discha, tentang mama. Papa bilang ke Discha kalau sebenarnya.. papa masih sangat mencintai mama. Setelah mama melihat kejadian itu.. papa merasa sangat bersalah. Selama ini papa selalu mencari mama. Tapi ternyata mama sudah pindah kesini. Discha sekarang baru tau kalau kita sebenarnya asli dari Jakarta ya, ma? Tapi Discha nggak mempersalahkan soal ini, Discha senang bisa tinggal disini.” Discha merasakan air matanya mulai mengalir. “Papa sudah mencari mama kemanapun, bertanya dengan keluarga mama, bertanya dengan teman-teman mama tapi nggak ada satupun yang bisa kasih tau dimana mama tinggal. Papa sudah nggak tau lagi gimana caranya buat cari mama sampai akhirnya papa ingat bahwa mama sangat suka menulis. Selama ini papa selalu pergi ke toko buku, berharap ada nama mama yang terpampang dari salah satu buku yang dilihatnya. Tapi papa nggak pernah menemukannya, karena memang mama sudah berhenti menulis.”
“Oh iya, papa bilang, secepatnya papa akan kesini. Waktu Discha bilang mama sudah ke surga, papa kelihatan sangat terpukul.” Discha terdiam sejenak “Mama, Discha boleh kan minta satu hal sama mama. Mama mau kan maafin papa? Discha tau, papa memang salah. Tapi Discha juga tau, papa benar-benar menyesal setelah melakukan itu. Discha bisa liat kalau papa benar-benar masih cinta sama mama.”
“Sebenarnya Discha mau sampaikan satu hal lagi. Mama, apa Discha boleh tinggal sama papa? Selama ini Discha memang nggak pernah kesepian karena ada mama yang selalu ada di dekat Discha. Discha juga ingin merasakan kehadiran papa. Discha tau mungkin ini berat buat mama, bagaimanapun juga papa adalah orang yang pernah menyakiti mama. Tapi, bagaimanapun juga, papa akan tetap menjadi papa Discha.” Discha menghapus air matanya.
Discha merasa hatinya sangat tenang setelah mengatakan itu semua kepada mamanya. Ia juga merasakan, bahwa mamanya menyetujuinya untuk tinggal dengan papanya. Dan Discha juga merasa bahwa sekarang, mamanya sedang tersenyum.
“Mama, novel yang sekarang Discha pegang ini, Discha buat hanya untuk mama. Khusus untuk mama. Disini Discha mencurahkan semua isi hati Discha. Semua apa yang telah terjadi di hidup Disha. Dan semua yang Discha rasakan terhadap mama. Meskipun mama telah ada di surga, tapi Discha selalu tau kalau mama akan selalu ada di hati Discha”
“ I love you, Mom”
#