LOVE IS DIA
Tinggal 1 bulan lagi ulang tahun Rio. Ya, Rio adalah mantan pacarku. Sekaligus cinta pertamaku. Aku tidak tau kenapa aku bisa sangat jatuh cinta dengan dia. Sampai detik ini, meskit dia tak lagi milikku. Rio sudah punya pacar baru, sejak putus dariku. Sudah beberapa kali ia berganti pacar, semenjak 2 tahun lalu kami putus. Tapi entah kenapa, aku dan dia masih seperti pacaran. Bahkan pacar atau mantannya setelahku banyak yang tidak menyukaiku. Pasti karena kedekatanku dengan Rio yang mungkin lebih di bilang bukan sekedar teman. Aku masih memanggilnya dengan panggilan sayang. Dia pun begitu. Sakit rasanya melihat dia dengan orang lain, namun aku tidak cemburu yang berlebihan. Karena aku berpikir, mereka – mereka yang kini dengan Rio tidak ada yang lebih baik dariku. Teman – temanku selalu bilang, aku adalah orang tersabar dan paling kuat. Jarang ada orang seperti aku. Yang bisa bertahan menjalani sebuah hubungan. Bahkan lebih tepatnya “gantung”. Hampir 2 tahun aku menunggunya. Sampai detik ini aku masih mencintainya seperti dulu. Dia seakan memberiku banyak harapan kosong. Walau aku tau itu, aku tetap menunggunya. Harapanku masih sama, masih ingin bisa kembali bersamanya. Bodohnya aku, ya itu yang ada di benakku. Tapi masih kulakukan. Aku terlalu mencintainya. Seakan keberadaanku tidak di anggap, dimana dia sedang bersama kekasih barunya. Aku tetap berusaha kuat untuk berdiri disini dengan cintaku. *** Ntah kenapa, kali ini Rio sudah punya pacar lagi tapi aku memiliki keinginan untuk tidak bertahan lagi untuknya. Aku merasa aku bisa move on badan saat ini, tapi belum bisa move on hati sepenuhnya. Perlahan – perlahan aku mencoba untuk tidak perduli dengannya. Walau Rio marah dengan perubahanku itu. Aku bilang sama Rio, saat ini aku mundur dan tidak akan mengganggunya. Lebih baik kita berteman saja, walau tidak bisa seperti dulu. Tapi Rio terus mencoba menghubungiku, walau tidak ku gubris. Aku hanya ingin kali ini bisa lepas dari Rio. Bukan demi kebahagiaan dia, tapi demi kebahagiaanku juga. *** Siang itu di kampus. Aku sedang mengecek e-mailku. Ya, hampir setiap hari aku membuka e-mailku. Dan aku adalah orang yang tidak bisa lepas dari social network. Aku sangat suka game. Laptop, handphone, ipad, atau sejenisnya. Yah itu barang – barang yang tidak lepas dariku. Ku temukan satu e-mail berbeda siang itu. Subject: Remember Me? I hope Hi, Aniela Evelyn Do you remember me? Aku berharap kamu masih ingat aku. Aku sangat mengagumi kata – katamu. Apa kamu masih suka menulis? Aku masih menyimpan beberapa tulisanmu sampai saat ini. Suatu saat pasti akan aku kembalikan sama kamu. See you
Aku tidak mengenali siapa pengirimnya. Ini sangat asing. E-mail nya juga tidak aku kenali. Aku masih saja termenung memandangi e-mail itu. Kuperhatikan setiap makna kalimatnya. Tapi masih saja aku tidak mengenali siapa si pengirim e-mail ini. “Hei” seseorang mengejutkanku dari belakang “Aduh!” teriakku refleks karena dorongan dari seseorang. “Sorry sorry” ucap Cefo temanku “Nggak apa – apa. Kamu juga kenapa coba pakai acara ngejutin gitu? Nggak lucu” “Ya makanya aku bilang sorry” Cefo langsung duduk di sebelahku “Darimana kamu Fo?” tanyaku sebentar lalu kembali memandangi e-mail itu. “Dari jalan sama Trisna. Kamu lihatin apaan sih Niel?” Itu sapaan anak – anak kepadaku. “Ini e-mail dari orang. Tapi aku nggak tau siapa pengirimnya” “Mana? Mana? Sini coba aku lihat” sambil menggeser laptopku ke arahnya. Cefo terus memandangi e-mail dari orang yang tidak ku kenali itu. Hampir 2 menit dia memandangi e-mail itu tanpa suara. Aku diam sambil sesekali memperhatikannya. Tak lama, aku pun langsung bertanya padanya. “Kamu tau itu siapa Fo?” “Emmm...” Dia menoleh ke arahku “Tau?” tanyaku lagi “Nggak” Sambil nyengir dengan wajah seakan tak berdosa “Ngeselin nih anak, sumpah deh. Aku pikir kamu tau Fo” “Yeee, mana juga aku tau Niel” “Yaaaahhh aku pikir” Aku lekas menarik laptopku kembali” “Haha lagian itu siapa emangnya? Kok sok misterius gitu sih? Si Rio mungkin” “Nggak lah. Bukan dia, beda soalnya. Feel aku aja beda Fo” “Yowes lah, aku ke kelas duluan ya. Kamu masih mau disini kah?” “Iya duluan aja” “Sip deh, duluan ya” Aku kembali menghadap laptopku. Aku langsung login ke facebook. Ya seperti biasa lah, cek facebook. Updates status juga. Sebelumnya aku mengkonfirmasi beberapa permintaan pertemanan. Aku pun lalu menulis status.
Hadapilah hidupmu dengan semangat terbaikmu. Berpikirlah positif dan pandanglah hidupmu dengan cara yang berbeda. Yakin lah bahwa akan ada perubahan ke arah positif setelah kamu meyakininya dengan tulus.
Setelah aku selesai post statusku. Tiba – tiba ada beberapa notif masuk. Salah satunya tertulis Caesar Velda commented on your status updates. Aku lekas membuka pemberitahuan itu. Tertulis disana.
Caesar Velda Tulisan kamu sangat indah ya Niel, bisa menyihir banyak orang untuk melangkah kedepan. Termasuk aku :)
Namanya tidak asing bagiku. Aku pun membuka profile nya. Ya, dia Caesar temanku saat SMP. Dia pernah menyatakan perasaan sukanya terhadapku saat SMP. Namun aku tidak menerimanya, karena rasa tidak yakinku saat itu. Aku pun kembali ke profileku. Lalu aku membalas komentarnya.
Aniela Evelyn @Caesar Velda: Terima kasih Sar :)
Tidak lama kemudian Caesar membalas komentarku lagi. Tanpa pikir panjang, aku pun lekas membacanya lagi.
Caesar Velda Its Oke :)
Tak lama, ada 1 pesan masuk di facebookku. Ternyata itu dari Caesar. Akupun membacanya. Ternyata dia minta pin bb ku. Oke, dia teman SMPku. Nggak ada salahnya kalau kita tukaran pin. Aku pun memberikannya. Tak berselang lama, dia invite pin aku yang aku kasi ke dia. Langsung aku accept aja. *** Sejak hari itu, Caesar sering bbman sama aku. Entah kenapa, share dengan dia cukup mengurangi bebanku. Anaknya kocak tapi dia juga sangat bjiaksana. Ya seperti arti namanya. Caesar Velda, Pemimpin yang bijaksana. Itu arti dari namanya. Hampir setiap malam aku bbm sama dia, Caesar temanin aku kalau malam aku sedang nulis. Ya, aku kuliah sambil kerja di salah satu majalah cukup ternama di kotaku. Aku yang mengisi bagian cerpen di majalah itu. Caesar dukung aku sepenuhnya dengan hobby aku yang satu ini. Aku teringat Rio. Dia tidak pernah suka aku sering nulis, karena baginya. Lebih penting jalan sama dia ketimbang menghabiskan waktu di depan laptop untuk mengkhayal dan membuat cerita. Bahkan aku teringat saat dia menghapus semua data tulisan – tulisanku di laptop, di hardisk, bahkan di setiap buku – buku yang aku isi dengan cerita – cerita karyaku. Rasanya pahit. Semenjak pacaran sama Rio, aku berhenti menulis. Baru setelah 1 tahunan aku putus sama Rio, aku baru mencoba memberanikan diri untuk menulis lagi. Meski harus diam – diam, dan menyamarkan namaku disetiap aku mengirim tulisanku. *** Pagi ini aku bangun lebih awal dari biasanya. Ya, biasanya Minggu aku selalu bangun siang. Tapi, karena hari ini aku ada janji mau jalan sama Caesar. Makanya aku bangun awal. Ya, sudah lama aku nggak jalan sama teman cowok. Dulu sebelum jadian sama Rio, aku sering jalan sama temen – temen cowok. Tapi semenjak pacaran sama Rio, semuanya berubah. Dia tidak pernah suka, apa yang aku suka. Dia selalu mengekang aku, dan hanya ingin apa yang dia ingin di penuhin tanpa mau tau apa yang aku inginkan. Jam 11 siang Caesar jemput aku di rumah. Dia langsung masuk meminta izin sama mama papa, mau bawa aku jalan – jalan. “Makasih ya tante sudah di izinkan” sambil menyalami tangan mamaku. Papa masih di luar kota karena ada kerjaan disana. Jadi Caesar hanya ketemu sama mama deh. Aku melihat mama senang dengan kedatangan Caesar. “Iya nak Caesar. Pesan tante ya jaga aja anak tante, asal jangan kelewat malem aja di pulanginnya.” Mama tersenyum lagi kepada Caesar. “Ya udah ma, aku pergi dulu ya. Daa mama” sambil menyalami mama. Aku pun beranjak keluar rumah. Kami pun pergi. *** Sepulang jalan dan nonton sama Caesar, dia mengantarku ke rumah. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Ternyata seharian aku dengan dia. “Makasih ya Niel, udah mau jalan sama aku hari ini” ucap Caesar “Iya santai aja. Lagian kan istilah nya reuni lah setelah lama kita nggak ketemu” “Hehe iya juga sih, tapi aku nggak enak sama mama kamu. Seharian bawa anak gadisnya jalan” ledeknya. “Haha ada – ada saja sih kamu Sar. Yowes balik gih sono, hus hus. Ntar mama mu nyari tuh, anak laki – laki semata wayangnya belum bobo” balasku meledeknya “Emangnya aku anak kecil. Bisa aja ini anak ya, kamu masuk dulu sana. Ntar kalau capek nulis nya besok lagi aja. Istirahat, good night Niel” “Night Sar” Aku tersenyum. Caesar pun beranjak pergi, dan hilang setelah lampu taman rumahku. *** Seminggu lebih sudah sejak aku dan Caesar bbman. Aku dan dia semakin dekat, aku dan dia sering jalan juga. Caesar sering jemput aku setelah pulang kuliah. Tapi Rio tidak pernah tau. Aku tidak ingin Rio mencampuri urusan hidupku lagi. Karena dia punya kehidupannya sendiri. Dan dia memilih untuk menjalaninya tanpaku. Perlahan – lahan aku sudah bisa terima itu. Ternyata butuh waktu lama untukku bisa bberhenti mengharapkan Rio lagi. Malam itu, aku membuka facebook ku. Aku menemukan pesan dari Rio. Aku lekas membacanya. Karena sudah lama Rio tidak menghubungiku.
Niel, kita teman kan? Kenapa kamu nggak pernah menggubris aku lagi sih? Aku boleh minta sesuatu nggak? Kamu bikin cerita tentang kita, dari awal kita kenal sampai sekarang. Aku kasi kamu waktu sampai aku ulang tahun. Kamu bisa kan? Kalau kamu bisa kasi tau aku ya. Tapi kalau kamu nggak bisa juga nggak apa – apa. Tapi kasi tau juga ya. Aku sih berharap kamu bakal bikin cerita tentang kita, tentang apa yang kamu rasakan juga selama kamu kenal aku. Makasih ya Niel :)
Sempat rasa napasku ingin terhenti. Sesak rasanya. Namun ini yang selalu aku rasakan setiap membaca pesan darinya. Selalu teringat tentang dia dengan wanita – wanita lain. Kesal ada di hatiku, namun aku rasa itu bukan urusanku. Aku hanya membalasnya singkat.
Maaf, aku tidak janji, tapi aku usahakan.
Hanya itu yang aku balas. Rio membalasnya lagi, tapi aku tidak menggubris lagi apa yang dia tulis. Hatiku rasanya bimbang. Rasa cintaku kepada Rio. Tak kuat untuk aku menolak permintaannya. Aku kembali meneteskan air mata malam itu. Kenapa dia harus datang lagi, di saat aku belajar untuk hidup tanpanya. *** Seminggu sudah aku mencoba menulis tentang aku dan Rio. Tapi belum sedikitpun, bahkan satu huruf pun belum aku tulis. Entah apa yang aku rasakan. Terlalu lama aku mengenalnya atau terlalu sakit kisah aku dan dia sampai aky tidak bisa menuliskan ceritaku dan dia. Tiba – tiba Farrel masuk ke kamarku. Farrel adalah abang aku, umur kami cuma beda 2 tahun. Dia kuliah jurusan arsitektur. Farrel langsung duduk di sampingku. “Kenapa?” Farrel merangku aku setelah dia duduk disampingku. “Nggak bang, aku cuma bingung aja mau nulis apa.” “Emangnya deadline majalah mana? Tema nya apa?” “Bukan majalah bang” Aku menunduk “Trus apa dong?” “Rio menyuruh aku menulis cerita tentang aku dan dia, dari awal aku dan dia kenal sampai saat ini. Aku bingung bang” Aku memeluk Farrel saat itu. Dia selalu menyempatkan diri mendengarkan keluhanku, dan cerita – ceritaku. Kalau dia ada waktu luang, Farrel selalu menyempatkan waktunya menemaniku. “Aku tau apa yang bisa kamu tulis, kamu tanyakan di dalam hati kamu. Apa yang ada di hati dan pikiran kamu tentang dia dan kamu sejak dulu, sampai sekarang” “Iya bang. Tapi aku masih butuh waktu. Disini aku nggak bisa konsentrasi buat nulis. Semuanya jadi kacau, aku jadi galau deh” “Adik aku omongannya galau galau aja nih, sudah gede yah” ledek Farrel “Kok gitu sih bang” Dengan wajah manyunku, dengan air mata yang masih membasahi pipi, aku menatap Farrel jengkel. “Udah udah, maaf ya. Gitu aja kok marah.” Farrel menghapus air mataku dengan kedua tangannya. Setelah itu dia keluar kamarku. Aku pun kembali menghadap laptopku, dan kembali mengingat lagi tentang aku dan Rio. Aku memutuskan untuk pergi ke Puncak. Disana aku punya Vila keluarga. Aku pun akhirnya berangkat kesana sendirian. Aku ingin benar – benar fokus, karena ulang tahun Rio tinggal 1 minggu lebih lagi. Sebelum aku berangkat ke Puncak, Caesar memberiku sebuah buku. Buku yang berisi beberapa tulisanku semasa SMP. Ya, baru aku sadari. Caesar lah yang beberapa waktu lalu mengirimiku e-mail misterius. Rasanya hatiku sangat senang, ternyata ada orang yang begitu mencintai karyaku. Saat di puncak, aku benar – benar mencoba menulis kan semua tentang aku dan Rio. *** Sudah seminggu aku di Puncak. Sore nya aku akan kembali ke Jakarta. Aku harap, apa yang aku dapatkan di Puncak, adalah kunci penyelesaian semuanya. Itu doa disetiap aku mencoba menulis. Sore itu Caesar yang menjemputku di Puncak. Sebelum kembali ke Jakarta, aku dan Caesar menyempatkan diri untuk berkuda sebentar. Entah kenapa aku bisa tertawa lepas, rasanya seperti tidak ada beban lagi di hatiku. Entah kenapa juga, aku merasa senyuman Caesar membuat semangat aku kembali lagi. Selesai berkuda, kami kembali ke Jakarta. *** Hari ulang tahun Rio tiba. Aku datang ke Cafe dimana dia biasanya berkumpul bersama teman kampusnya. Aku datang bersama Caesar. Suasana berubah saat aku dan Caesar berdiri di hadapannya. Semua gelak tawa Rio dan teman – temannya terhenti. Rio menatap Caesar tajam. Seakan melihat mangsa yang siap untuk ia terkam. “Rio, ini file ceritanya. Silahkan kamu buka sekarang” Rio mengambil Flashdisk yang aku berikan kepadanya. “Dia siapa?” “Dia Caesar. Teman semasa SMPku dulu.” Rio lekas membuka file dariku. Dia terjekut saat melihat isi M.W yang ada di depan matanya. Dia pun lekas bertanya padaku. “Ini? Ini ceritanya? Yang aku minta kan cerita” nada Rio hampir terdengar tinggi di telingaku. Jelas dia terkejut, karena di file itu. Aku hanya menulis “AKU SAYANG KAMU”. “Iya Rio. Itu cerita tentang kita. Yang aku ingat dari awal kita kenal sampai sekarang ya AKU SAYANG KAMU. Entah perasaan itu kamu anggap atau tidak. Yang jelas, yang aku tau itu perasaan aku. Di luar kamu membalasnya atau tidak. Bahkan sebuah tulisan ungkapan perasaan aku aja, nggak kamu hargai kan Rio. Dari dulu kamu selalu melarang aku menulis, karena buat kamu itu hanya buang – bang waktu. Kamu nggak pernah suka apa yang aku suka. Dan baru ini aku sadari. Cintaku itu bukan kamu, tapi dia.” Suasana disana benar – benar berubah. Aku melihat mata Rio berkaca – kaca. Entah kenapa aku tidak bisa meneteskan air mata lagi untuknya. Aku merasa ada Caesar yang lebih menghargai air mataku. Dan bisa menjagaku lebih dari Rio yang aku sayang. Kini aku benar – benar sadar, bahwa Cintaku itu bukan Rio, tapi Caesar. Caesar yang telah menungguku lama, yang lebih tulus mencintaiku. Dan baru aku sadari, cintaku itu dia. *** Beberapa hari setelah hari itu, Caesar pun menyatakan perasaannya lagi kepadaku. Aku bersyukur karena perasaannya masih sama seperti dulu. Tepat di malam ulang tahun papanya, di depan mama dan papanya. Di pesta malam itu, Caesar menyatakan perasaannya kepadaku. “Niel, aku masih sangat mencintaimu. Bahkan lebih dari yang dulu. Aku selalu berharap, kamu adalah kebahagiaan untukku aku. Aku sayang sama kamu. Mau kah kamu menjadi malaikat kebahagiaanku Niel?” “Aku mau Sar. Aku juga sayang sama kamu Sar.” Caesar mencium keningku lembut, aku merasakan dia sangat menghormatiku. Dan aku merasa menjadi perempuan paling bahagia saat itu. *** Aku merasa menjadi orang paling bahagia di dunia. Lebay sih sepertinya, tapi itu yang aku rasakan sekarang. Caesar bilang aku adalah malaikat kebahagiaan untuknya, seperti arti namaku. Ya Aniela Evelyn, malaikat kebahagiaan. Aku bahagia punya nama itu. Dan dia pemimpin ku yang bijaksana, Caesar selalu bisa memberikanku pilihan yang terbaik dan saran yang terbaik. Kini dia telah membuatku bisa sedikit demi sedikit melupakan Rio. Ada rasa sedih mendengar kabar Rio yang ternyata kini menyadari bahwa dia mencintaiku. Namun mungkin ini lah yang di namakan terlambat. Seperti kata – kata Merry Riana. “Dan kini aku melihat dia, menungguku disana” Ya kalimat itu lah yang kini aku berikan untuk Rio. Tapi terima kasih Rio, atas semua ceritanya. Kini aku bebas menjalani hobbyku, dan kini aku menikmati aktivitasku. Ya, seminggu di Puncak sebenarnya memang aku tujukan untuk menulis kisah cintaku. Tentang aku, Rio dan Caesar ku tulis dalam novel pertamaku “Love Is Dia”. Terima kasih Caesar, terima kasih telah berada di depanku, di sampingku, bahkan di belakangku hanya agar aku bisa mewujudkan impianku menjadi seorang penulis. Dari sini aku belajar menghargai orang yang mencintai kita. Menghargai setiap waktu yang kita miliki, dan menghargai kemampuan yang ada di diri kita.
Aku memutuskan untuk pergi ke Puncak. Disana aku punya Vila keluarga. Aku pun akhirnya berangkat kesana sendirian. Aku ingin benar – benar fokus, karena ulang tahun Rio tinggal 1 minggu lebih lagi. Sebelum aku berangkat ke Puncak, Caesar memberiku sebuah buku. Buku yang berisi beberapa tulisanku semasa SMP. Ya, baru aku sadari. Caesar lah yang beberapa waktu lalu mengirimiku e-mail misterius. Rasanya hatiku sangat senang, ternyata ada orang yang begitu mencintai karyaku. Saat di puncak, aku benar – benar mencoba menulis kan semua tentang aku dan Rio.
***
Sudah seminggu aku di Puncak. Sore nya aku akan kembali ke Jakarta. Aku harap, apa yang aku dapatkan di Puncak, adalah kunci penyelesaian semuanya. Itu doa disetiap aku mencoba menulis. Sore itu Caesar yang menjemputku di Puncak. Sebelum kembali ke Jakarta, aku dan Caesar menyempatkan diri untuk berkuda sebentar. Entah kenapa aku bisa tertawa lepas, rasanya seperti tidak ada beban lagi di hatiku. Entah kenapa juga, aku merasa senyuman Caesar membuat semangat aku kembali lagi. Selesai berkuda, kami kembali ke Jakarta.
***
Hari ulang tahun Rio tiba. Aku datang ke Cafe dimana dia biasanya berkumpul bersama teman kampusnya. Aku datang bersama Caesar. Suasana berubah saat aku dan Caesar berdiri di hadapannya. Semua gelak tawa Rio dan teman – temannya terhenti. Rio menatap Caesar tajam. Seakan melihat mangsa yang siap untuk ia terkam.
No comments:
Post a Comment