Sunday, April 1, 2012

Cerpen : @aarfahsita


  • Matahari sudah bersinar dengan terangnya.
    Sinarnya juga sudah menembus tirai kamar Nana, memaksanya untuk bangun dan memulai segala aktivitas hari ini.
    “Nanaaaaaa, bangunnnnn!!!” teriak mama dari bawah,
    “Iya maaa!! Ini juga udah bangun,” katanya sambil mencoba mengumpulkan semua ‘nyawa’nya, juga mencoba untuk menyeimbangkan tubuhnya.
    Akhirnya Nana sudah sepenuhnya sadar, Nana lalu berjalan menuju kamar mandi.
    20 menit kemudian, dia sudah keluar dari kamar mandi. Dengan badan yang terasa segar, muka yang tidak lagi kucel, rambut yang sudah disisir sedemikian rupa. Ia juga sudah mengganti pakaiannya.
    Weekend gini, enaknya ngapain ya? Hmm” Nana bertanya pada dirinya sendiri di kaca.
    Lalu terdengar lagu Aziatix – Go, berbunyi dari hpnya, terlihat nama Abyan dilayar hpnya.
    “Haiii” sapanya,
    “Hai, udah bangun?” Tanya lelaki disebrang,
    “Iya dong, udah rapih malahan, kenapa?”
    “Ngga, mau jalan ga  hari ini? Gue mau ngajak lo kesuatu tempat,” kata lelaki itu,
    “Kemana?” Nana bertanya lagi,
    “Rahasia, kejutan deh pokoknya, lo pasti suka,”
    “Ihh, apaan sih, main rahasia-rahasiaan segala, berdua aja? Si Riri ga diajak? Michael?”
    “Hahaha, berdua aja, ga usah ngajakin mereka,”
    “Mmm, oke, jam?”
    “15 menit lagi gue jemput, siap-siap ya,” Abyan menutup telfon.
    “Ihh, gue belum selesai ngomong juga! Dasar!” Nana berdecak kesal,
    15 menit kemudian, Nana sudah siap, handphone, laptop, iPod dan kamera sudah Ia masukkan kedalam tas.
    Piiip…piiip…
    “Eh, siapa tuh, pagi-pagi gini, tumben,” Kata Nino, abang Nana,
    “Temen gue kak, hehe, pamit yaaa, berangkat dulu! Daaaaaa..” kata Nana sambil berlari kecil menuju pintu
    “Eh, mau kemana lu de?? Woyy! Yehh” Nino bingung,
    “Lama deh,” kata Abyan,
    “Bawel lo, ayo jalan,” Nana tidak menghiraukan Abyan,
    “Eh, bawa laptop buat apaan?” Tanya Abyan sambil menyetir mobil,
    “Gue mau nulis, heheh, entah kenapa gue dapet  firasat, kalau kita bakalan ketempat yang oke banget buat nulis,” Nana mengoceh tanpa henti,
    “Hahaha, will see,”
    Mereka keluar dari area Jakarta, satu jam kemudian mereka sudah sampai di kawasan puncak,
    “Waaahhhh~ bener kan tebakan gue, hahaha” Nana menyombongkan diri,
    “This isn’t the place that I wanna show you,” kata Abyan,
    “So? Where is it?” Nana bertanya,
    Mereka lalu turun dari mobil, dan mulai berjalan. Hamparan gunung terlihat disekeliling mereka, udara yang segar dan menyejukkan membuat mereka terlena, kebun-kebun teh terhampar disekitar mereka, banyak pekerja yang sedang sibuk memanen daun-daun teh.
    Sekitar 15 menit lamanya mereka berjalan, mereka akhirnya sampai pada sebuah bukit, tidak terlalu tinggi, tapi cukup untuk melihat seluruh kawasan yang ada, sangat indah.
    “Waaahhh~ keren banget!!! Nemuin aja lo, tempat beginian,” Nana berdecak kagum, kepalanya tidak bisa berhenti berputar mengagumi pemandangan disekitarnya,
    Kliikk, suara kamera berbunyi, “Ihh Abyan!” Nana kesal, Abyan memfoto dirinya, Abyan selalu saja begitu, selalu memfoto Nana tanpa minta perizinan terlebih dahulu,
    “Bagus, kok, hahaha gue yang foto mah, pasti keren,” Abyan memuji dirinya,
    Nana mendengus, dia lalu mengeluarkan laptopnya dari tas dan mulai mengetik sesuatu, mengetik kalimat yang panjang, cukup panjang sehingga membuat Nana fokus pada laptopnya,
    “Na, lagi ngapain sih? Pasti nulis lagi deh, hmm” Abyan mencoba mengganggu konsentrasi Nana,
    “Sssttt kalo udah tau ngapain nanya? Diem ah, suasananya lagi enak nih, pikiran gue jadi lancar banget, banyak inspirasi, mending lo diem, atau apa kek, foto-foto deh sana,” jawab Nana sewot, dia memang tidak suka diganggu kalau lagi menulis.
    Abyan lalu menyibukkan diri dengan memfoto pemandangan sekelilingnya, tidak jarang Ia membidikkan kameranya ke Nana, yang masih fokus pada laptopnya.
    ***
    Matahari kini sudah ingin pergi, terlukis sinar-sinar berwarna jingga dilangit, menandakan Bulan akan segera datang menggantikan posisi matahari.
    “Na, liat deh, liat langitnya,” kata Abyan, Nana lalu menghentikan kegiatan menulisnya dan memandang langit yang kini tak lagi berwarna biru, melainkan jingga.
    “Bagus,” Nana terpukau melihatnya. Nana sangat suka keadaan dimana langit berwarna jingga, dia juga sangat suka menunggu datangnya bulan dan bintang. Dia suka melihat matahari terbenam. Salah satu hal yang Abyan dan Nana sukai.
    “Gimana? Bagus kan?” Tanya Abyan,
    “Hahaha lo harusnya udah tau jawaban gue, karena kita suka sama hal yang sama,” Nana menjawab,
    Kini cahaya berwarna jingga itu mulai pudar, langit mulai gelap, dan akhinya bulanpun muncul, begitu juga dengan bintang.
    “Tau nama bukit ini?” Tanya Abyan, membuyarkan lamunan mereka,
    “Ngga, apa namanya?”
    “Bukit seribu bintang,” Abyan kemudian menjawab sambil menunjuk bintang-bintang dilangit, Nana mengangguk mengerti. Pemandangan dibukit ini memang jauh lebih indah saat malam hari, selain dapat melihat lampu-lampu bangunan yang berada dibawahnya, mereka juga bisa melihat barisan bintang yang berjejer memamerkan sinarnya. Seakan langit tempat bintang itu berada sangat dekat.
    “Lo udah nulis berapa halaman?” Abyan penasaran,
    “Mmm, 20 halaman, kenapa?” jawab Nana,
    “Wow, dalam waktu beberapa jam? Hahaha two thumbs up for you,” kata Abyan mengacungkan kedua jempolnya.
    “Hahaha, thanks, you know that I am addicted to it,” kata Nana
    “Yapp, lo ga perlu ngasih tau gue, gue udah tau lo banget. Seorang pemimpi yang aneh, penulis yang tingkat khayalannya tinggi banget. Tapi gue seneng, karena lo ga Cuma terus bermimpi, tapi lo juga berusaha,”
    “Hahhaa, yan, apa menurut lo tulisan-tulisan gue bagus? Layak dibaca?”
    “Iya, tenang aja, lo berbakat dalam hal menulis, terus belajar dan berusaha ya,” Kata Abyan lagi sambil mengacak-ngacak rambut Nana,
    “Eh, balik yuk, udah jam segini. Ntar nyokap lo ngomel lagi,” ajak Abyan.
    Mereka lalu berjalan menuruni bukit tersebut dan pulang.
    ***
    “Cieee, weekend kemaren berduaan,” Riri menggoda Nana,
    “Apaan sih Ri? Ngiri lo, ga diajak? Hahaha” Nana membalasnya,
    “Huuu! Enak aja lo, ngga yaaa sori-sori aja, cuihhh” Riri ngeles,
    Belum sempat Nana membalas Riri, guru mereka sudah memasuki kelas.
    (Jam istirahat)
    “Udah nulis apa aja kemaren?” Tanya Riri,
    “Banyak!! Hahaha gue dapet banyak inspirasi, lo harus dating ke tempat yang kemaren gue datengin,” Nana lalu melanjutkan ceritanya,
    “Mm..Na, ada niat buat ngirim tulisan lo ke penerbit?” Tanya Riri
    “Gatau deh Ri, pengen sih, tapi kan lo tau sendiri, ortu gue masih ga setuju,” jawab Nana dengan raut muka yang sedikit kecewa,
    “Yahh, you have to fight for it, bukan gue nyuruh lo ngelawan sama ortu ya, tapi this is all about you, your future, so yeah~” kata Riri lagi,
    “Mmm…mungkin nanti, setelah kita lulus SMA, baru gue ngirim tulisan gue ke penerbit, kan lebih gampang juga jadinya, gue juga niatnya masuk sastra kok kuliahnya, so don’t worry be happy aja,”
    “Ok, kalo soal ngirim ke penerbit, kakak gue bisa bantu, dia kan kerja di perusahaan penerbit buku juga,”
    “Hahaha, iya Ri, gue tau kok, mba Rina sering nawarin gue, tapi ya gue aja yang belum siap, hahahah” Nana tertawa, Riri juga ikut tertawa.
    ***
    “Congratulation buat kita berdua!!! Aaaahhh Nana, gue seneng banget! Akhirnya kita lulus juga!! Semua kerja keras kita sudah terbayarkan sekarang!!” kata Riri sambil memeluk Nana, mereka berdua ikut menikmati suasana happy setelah pengumuman, saling melompat, berpelukan dan menyelamati satu sama lain,
    Di parkiran sekolah Nana, Abyan sudah menunggu…
    “Congratulation Nana…” kata Abyan sambil memberikan beberapa tangkai mawar kepada Nana, Nana menerimanya dengan senang hati,
    “Selamat juga buat lo,” Kata Nana, mereka kemudian berpelukan,
    ***
    Malam ini, Nana mengadakan perayaan kelulusannya, Ia mengundang teman-teman seangkatannya, tidak lupa juga dengan Abyan dan Michael,
    Suasana pesta itu sangat ramai, Nana dapat merasakan aura kebahagian di pesta yang Ia buat itu.
    “Seneng yah, akhirnya 3 tahun sudah terlewati dengan indahnya, perasaan baru kemarin semuanya sibuk belajar buat TO, ehh udah pada lulus aja,” kata Nana kepada Abyan, mereka saat itu sedang berada agak sedikit jauh dari kerumunan remaja yang sedang menikmati pesta itu. Abyan hanya tersenyum mendengarnya.
    “Na, lo rencana kuliah dimana?” Tanya Abyan,
    “Mmm…Di UI, jurusan sastra pastinya. Oh iya, gue belum ngasih tau lo ya? Gue udah diterima di UI,” jawabnya,
    “Lo?” Nana balik bertanya,
    “Mmm..gue…gue bakalan ke Amerika, kuliah bisnis…”
    Abyan terdiam cukup lama, lalu melanjutkan kaliamatnya, “Minggu depan gue berangkat,”
    “Tapi…kok baru sekarang bilangnya?” Tanya Nana heran,
    “Maaf, gue berusaha untuk nyiapin diri, buat bilang ini ke elo,” Abyan menjawab dengan suara yang serak. Nana merasa tenggorokannya tercekat, Ia tidak bisa berkata-kata lagi,
    “Apa ini? Kenapa begini? Kenapa baru sekarang gue ngerasain hal ini, setelah bertahun-tahun lamanya gue bareng-bareng sama Abyan, perasaan apa ini?” Nana memaki dirinya,
    “Na…gimana menurut lo?” Tanya Abyan memecah keheningan diantara mereka,
    “Mmm…I think you should go, bisnis emang bidang lo, jadi, don’t waste it,” jawab Nana,
    “You’ll be fine right?” Tanya Abyan lagi,
    “Yes! I’ll be just fine, as long as you keep in touch with me, and promise me that you’ll be back soon…” Nana tidak menyelesaikan kalimatnya, Abyan langsung memeluknya. Nana tau, Ia tidak perlu menunggu jawaban apapun, karena pelukan itu udah menjawab semuanya.
    ***
    Tidak terasa, 2 tahun berlalu, Nana kini sibuk dengan kuliahnya, dia juga masih sibuk dengan tulisan-tulisannya. Selama ini hubungan Nana dan Abyan masih baik-baik saja, mereka masih sering berkirim pesan lewat email, atau bertatap muka langsung dengan menggunakan skype.
    Sender: Abyan
    Recipient: Nana
    Subject: (None)
    Message: Hi, how are you? Fine right? Hahaha, bagaimana dengan semua tulisan lo? Udah ada yang dikirim ke penerbit? 
    Sender: Nana
    Recipient: Abyan
    Subject: Re(None)
    Message: I’m definitely fine, don’t worry…Hbu? Hahah about that, hmm…belum, masih belum berani…
    Sender Abyan
    Recipient: Nana
    Subject: Re(None)
    Message: Glad to know that, I’m fine too…yahh bagaimana bisa maju? Kalo ngirim tulisan aja lo ga pernah nyoba? Bagaimana sih? Lo mau? Mimpi  lo itu, Cuma jadi sekedar mimpi, gini ya, for dream right, you need to wake up first! So what are you waiting for? Send it!!!!
    Sender: Nana
    Recipient: Abyan
    Subject: Re(None)
    Message: Hahaha, iyaaa gue tau, eh itu bukannya kata-kata dari film Dream High *Drama Korea*? Kok? Ayooo jangan-jangan lo nonton lagi. I’m waiting for you to come back first…puas??
    Membaca balasan email Nana, Abyan tersenyum, dia lalu memulai mengetik
    Message: Hahaha, emang iya? Wkwkwk gue lupa! -_-, well..gue mau pas gue balik ke Indo, lo udah jadi seorang penulis yang sukses, jadi, gue ga akan kembali sampai buku pertama lo diterbitin!
    Nana melongo membaca email balasan itu, dia mengutuk Abyan karena telah berkata seperti itu, dan mulai mengetik,
    “Awas ya! Tapi, gue mau lo janji, ntar kalo launching buku pertama gue, lo harus ada! Kalo ga ada…liat aja nanti!” Nana membaca ulang hasil ketikannya itu, dia lalu tertawa.
    “Hahaha, iya! Janji! Let me know, when you already send it,”
    “Iyeee, oh iya Abyan, I miss you…please comeback soon…”
    “I miss you more, you know that for sure, just wait for me…”
    Nana lalu terlelap setelah membaca balasan terakhir dari Abyan.
    ***
    “Mmm…tawaran kakak lo, waktu itu masih berlaku Ri?” Tanya Nana, dirinya dan Riri memang satu universitas, mereka beda jurusan. Nana mengambil jurusan sastra, sedangkan Riri di Hubungan Internasional.
    “Masih!! Lo udah mutusin buat ngirimin naskah lo??” Tanya Riri exited,
    Nana mengangguk mantap.
    “OK!! Kasih ke gue naskah aslinya, ntar gue kasih ke mba Rina!” Riri tambah exited.
    ***
    “Mmm~” Nana menghembuskan nafasnya pelan, merasakan sejuknya udara sekitar. Ia sekarang sedang berada di Bukit Seribu Bintang,
    “Rasanya masih sama persis seperti 2 tahun yang lalu,” gumamnya pelan,
    Dia lalu kembali mengeluarkan Laptopnya, dan mulai mengetik dengan serius. Ia sudah membulatkan tekad, Ia akan mengirim tulisannya ke penerbit. Ia tinggal menyelesaikan ending dari ceritanya, “Mmm…Endingnya bagaimana ya?…Ahh…iya!” serunya dalam hati.
    “Mmm…Sebuah Mimpi, Seutas Harapan, Segenggam Impian…Judul yang bagus,” kata Rina,
    “Iya, eh mba, lo tau ga? Nana nulis itu berapa lama?”
    “Emang berapa lama?”
    “3 tahun!! Dari mulai kelas XI sampai tahun ini, dia baru bisa nyelesainnya,” jelas Riri
    “Hahaha, lo kira, nulis sebuah cerita itu gampang Ri? Ngga, apa lagi buat novel? Wuidihh susahnya minta ampun, ga setiap saat lo bisa nulis, pasti ada moment-moment tertentu dimana otak lo bisa lancar mengimajinasikan semuanya dan mulai menulisnya dalam bentuk cerita. Inspirasi itu emang selalu ada, kita hanya perlu mencari, tapi apa itu cukup untuk membuat kita bisa menulis? Gue rasa nggak, menulis suatu cerita itu, harus punya feel yang kuat terhadap apa yang lo tulis, istilah sinetronnya nih, kita harus punya Chemistry antara tulisan dan batin kita,” Rina menjelaskan panjang lebar, Riri hanya menatap kakaknya dengan kagum.
    “Haha, iya mba, Nana juga suka bilang itu kok ke gue,” tambah Riri.
    “Maih harus nunggu beberapa bulan lagi Na, soalnya kata mba Rina, masih banyak naskah yang masuk,” kata Riri, mereka saat itu sedang berada di taman kampus,
    “Iya, gue ngerti kok, semoga aja diterima ya, terus di terbitin deh, bantuin doa yaaa,”
    “Iya, Na…selalu, tapi gue yakin kok, tulisan lo itu pasti bakalan diterbitin,” Riri menyemangati Nana, mendengar itu Nana langsung memeluk sahabatnya, dan mengucapkan terima kasih.
    ***
    “NANA!!! BANGUN!! GUE PUNYA KABAR BAGUS BUAT LO!! PASTI LO BAKALAN SENENG BANGET!!” Riri melompat-lompat di kasur Nana. Saat itu tubuh Nana masih dibaluti oleh selimut.
    “Mmm…” gumam Nana,
    “Ihhh bangun!! Cepettt!!!” Riri memaksa Nana untuk bangun. Akhirnya Nana bangun juga, matanya masih tertutup, dia juga masih sibuk menguap.
    “NASKAH LO LOLOS!! BAKALAN DITERBITIN!! AAAAAA” Riri histeris,
    Nana langsung sepenuhnya sadar, “APA?!?!!? LO SERIUS?? GA BERCANDA KAN??”
    Riri mengangguk dengan sangat bersemangat! “Sebentar lagi juga penerbitnya ngabarin elo kok,” tambahnya,
    Tiba-tiba handphone Nana berbunyi,
    “Sms dari mba Rina, Ri,” katanya,
    Selamat ya Nana sayang, naskah kamu lolos, dan lagi dipersiapkan, kamu bisa ke kantor mba kan? Mau ngurusin kelanjutannya,

    “AAAAA!! Riri!!! Thanks bangetttt!!!” kata Nana girang, langsung memeluk sahabatnya itu,
    ***
    “Mba Nana?” Tanya seorang resepsionis di kantor penerbitan buku itu,
    Nana mengangguk,
    ”Oh mari, sudah ditunggu dari tadi,” resepsionis itu lalu menuntun Nana menuju lift dan masuk bersamanya, Riri tinggal di Lobby.
    Tingg…bunyi lift, menandakan mereka sudah sampai di lantai yang dituju.
    “Silahkan masuk mba,” Resepsionis itu mempersilakan Nana masuk, dan kemudian pergi.
    “Ardina Febry?” Tanya seorang lelaki yang usianya sudah sekitar 40 tahun-an,
    “Iya, bapak boleh memanggil saya Nana,” katanya sopan,
    “Oh, perkenalkan, saya Sandy Sanjaya, kepala penerbitan disini,” lelaki itu memperkenalkan dirinya, Nana mengangguk,
    “Ohhh dan ini, editormu, Fani, dia yang akan mendampingimu nanti,” tambahnya,
    Nana kembali mengangguk.
    “Mba, naskah mba Nana akan saya edit terlebih dahulu, mmm dalam waktu 3 hari akan selesai, dan aku harap pada saat itu juga, mba Nana sudah selesai membuat kata pengantar atau ucapan terimakasih untuk pembukaan novelnya, soal cover, akan diurus setelah proses editing selesai,” kata Fani lalu tersenyum ramah kepadanya,
    “Baiklah, hmm…semoga novelnya bisa cepat terbit dan laris yah, hehe” kata Nana,
    “Aamiin mba! Saya yakin ini pasti akan berhasil,” kata Fani lagi,
    ***
    Hmm…
    Pertama-tama, aku ingin berterimakasih kepada Tuhan YME, lalu pada kedua orangtuaku yang akhirnya mendukungku dalam hal ini, lalu kepada sahabatku Riri, yang telah memberiku banyak inspirasi dan rela menemaniku selama berjam-jam untuk menulis, semua teman-teman SMA ku yang juga memberiku banyak inspirasi, dan yang terakhir kepada Abyan, kaulah dasar dari semua cerita ini…terimakasih untuk semuanya…ini untuk kalian semua…

    “Selesai!” kata Nana puas, ia lalu segera mengirimkan Ucapan terimakasihnya itu kepada editornya melalui email,
    Sender: Nana
    Recipient: Abyan
    Subject: BERITA HEBOH
    Message: ABYAN!! Gue Cuma mau ngasih tau, impian gue akhirnya terwujud, dalam waktu beberapa minggu, akan ada launching, gue harap lo bisa datang dan tepatin janji lo…
    Dengan semangat yang menggebu-gebu, Nana lalu menekan tombol enter untuk mengirim emailnya. Setelah menunggu beberapa jam, email yang dikirimnya tak kunjung mendapat balasan. Akhirnya ia tidur.
    ***
    Waktunya kini sudah tiba, persiapan menuju launching buku pertama Nana sudah hampir selesai.
    “Abyan masih belum ngebales email lo?” Tanya Riri,
    “Iya…mungkin dia lagi sibuk, gatau deh, biarin aja udah,” kata Nana acuh,
    Waktu yang ditunggupun tiba. Hari H-nya kini tiba. Para tamu sudah duduk di kursi masing-masing, terlihat juga Orangtua Nana, Riri dan Rina, juga teman-teman SMAnya ada disana. Tapi Nana merasa semuanya belum lengkap, Rino kemudian juga datang, tetapi masih ada yang kurang.
    “Mba, sudah waktunya,” kata salah satu penanggung jawab,
    Nana mengangguk, kemudian ia kembali merapikan kembali pakaian dan rambutnya, lalu mulai berjalan ke atas panggung. Kedatangannyapun disambut oleh tepuk tangan para tamu yang datang, acara itu sangat sukses.
    “Terimakasih untuk kalian yang sudah bersedia datang ke launching bukuku, aku punya satu pesan untuk kalian, ‘Jangan pernah takut untuk bermimpi, mungkin orang bisa menganggapmu aneh, tapi ingatlah, mimpi jangan hanya jadi mimpi-mimpi biasa, tetapi cobalah untuk menggapai semua mimpi itu, setinggi apapun, jangan takut untuk terjatuh, karena kalian sesungguhnya kau masih bisa bangkit dan mencobanya lagi’…”
    “…Kalian tau? Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan tulisanku ini, tepatnya 3 tahun, dulu semuanya bermula dari keisenganku semata, hanya ingin membuat cerita, dan kalian tau? Bagaimana susahnya menentukan suatu ending untuk suatu cerita? Sangat susah, dulu aku suka membuat cerita tanpa ending, hahaha…kebanyakan ceritaku adalah cerita yang tak ber-ending, tapi sekarang aku sudah bisa menentukan endingnya, walau kadang masih sulit, tetapi aku tidak pernah berhenti mencoba, apalagi, aku dikelilingi oleh banyak teman yang baik,” Nana terus bercerita dengan senangnya, para tamu juga mendengarkan ceritanya dan sesekali bertepuk tangan,
    “Ini tidak akan menjadi akhir dari ceritaku, ketika aku bangun besok, aku akan mulai menulis cerita baru lagi, di lembaran-lembaran kertas yang baru,” Tambah Nana,
    “Sekali lagi, terimakasih…” Nana mengakhiri ceritanya, para tamu yang hadir bertepuk tangan dengan meriahnya.
    Untuk menutup acara launching itu, diadakan penandatanganan buku,
    “Tolong tulis, untuk orang yang ku cintai selama beberapa tahun ini, orang yang sudah kutunggu kepulangannya, orang yang sudah menginspirasiku, untuk Abyan,”
    “Hah? Abyan?” Nana mendongak, dia melihat sosok pria tinggi yang berdiri didepannya, sambil tersenyum jahil,
    “Hai, I’m here, gue udah nepatin janji gue kan? Hahaha selamat ya Nana cantik, atas terbitnya buku pertama lo, lo emang berbakat,” Abyan memujinya,
    “Tapi, kenapa ga bales email gue?? Kenapa tiba-tiba muncul disini tanpa ngasih tau gue dulu???” kata Nana kesal,
    “Hahaha die ngambek, maaf dehhh, nona manis, kan gue pengen ngasih surprise, sebenernya tanpa lo kirim email ke gue, gue udah tau, Riri udah ngasih tau gue duluan, dan soal launching hari ini? Riri juga yang ngasih tau, yah otomatis gue langsung booking tiket, dan nyelesaiin semua tugas kuliah gue, biar gue bisa kesini dengan aman, makanya ga sempet buat bales email lo,” Abyan menjelaskan, kekesalan Nana kini mereda,
    “Yang penting, sekarang gue udah disini, yakan? Hahaha” tambah Abyan lagi.
    ***
    Rasanya baru beberapa minggu kemarin launcing novel pertamanya dilakukan, tapi respon yang Nana terima sangat positif, bukunya terjual dengan laris di toko-toko buku yang ada di seluruh Indonesia. Nana juga sedang sibuk-sibuknya melakukan fanmeet diberbagai toko buku di Indonesia.
    Nana kini sudah menjadi penulis yang namanya sudah mempunyai tempat dihati peminat novel, bahkan tak jarang Ia mendapat pujian dari sesama penulis seperti Esti Kinasih, Iliana Tan, Luna Torashayu dan lainnya.
    “Malam ini, kita ke Bukit Seribu Bintang ya?” Tanya Abyan, disebrang sana
    “Hah? Malam ini? Oke, jam berapa?” Nana bertanya,
    “Sebelum jam 5 sore kita udah harus jalan, jadi siap-siap dari sekarang,” kata Abyan,
    “Baiklah, dahh” Nana mengakhiri pembicaraan,
    ***
    Malam itu, mereka sudah berdiri di atas Bukit Seribu Bintang.
    “Jadi, apa tujuan lo ngajak gue kesini?” Tanya Nana dengan nada curiga,
    “Gue mau ngomong sesuatu,” Abyan menjawab,
    “Hahaha, kenapa harus kayak gitu sih? Gaya lo? Beda kayak biasanya deh,”
    “Hmm…” Abyan menghembuskan nafas pelan, “…Gue, suka sama lo…gue sayang elo Na, sejak pertama kali kita ketemu, gue udah nunggu terlalu lama untuk semua ini, sekarang waktu yang tepat buat ngasih tau lo semuanya,  Na…I love you, from the very first time we met, now, and until forever,”
    Nana tidak bisa berkata-kata, otaknya sibuk mencerna semua kaliamat yang diucapkan oleh Abyan,
    “Tau ga yan?” Tanya Nana, “Gue…juga suka sama lo, sayang sama lo, and I think I’m in love with you, hahaha I’ve been waiting for this moment since long time ago,”
    “So…would you be my girl?” Tanya Abyan,
    “Mmm…Yes, I would,” jawab Nana,
    Abyan langsung memeluk Nana. Malam itu terasa lebih indah dari malam-malam biasanya, cahaya bulan terlihat lebih terang, bintangpun seakan menari-nari dilangit, mengiringi Abyan dan Nana. Malam yang sunyi dan dingin, tetapi cukup hangat untuk Abyan dan Nana.
    “Gue udah nepatin janji gue kan yan? Bahwa gue akan berhasil mewujudkan impian gue sebagai penulis,” kata Nana yang saat itu masih berada dalam pelukan Abyan, Abyan mengangguk pelan,
    “Iya, yang sekarang lo harus lakuin adalah, mempertahankan apa yang udah ada, termasuk mempertahankan gue, hahaha” gumam Abyan, yang masih memeluk Nana.
    Malam itu mereka habiskan bersama, malam yang paling indah untuk keduanya.

No comments:

Post a Comment