Saturday, December 10, 2011

Cerpen : Astrid Ghitha Fatharani ( @astridgghitha )

Kaitaa

Di tepi jalan raya, aku tergeletak dengan tangan memegangi lututku. Aku berusaha bangkit berdiri namun sia-sia. Sakit di lututku ini tidak bisa diajak kompromi. Aku berusaha mencari pertolongan tetapi tak ada seorang pun di sekitarku. Jalan masih sepi karena ini masih terlalu pagi.    
            “Sial. Ini gara-gara sepeda Si Al nih. Masak sepeda mahal enggak ada remnya. Harusnya ini sepeda enggak lolos uji SNI!” ujarku mengeluarkan sumpah serapah dan seluruh hewan penghuni kebun binatang keluar dari mulutku sambil terus menendangi sepeda kesayangan kakakku dengan kaki kiriku yang tidak terluka.
            Setelah sepuluh menit menunggu, aku mendengar suara mobil dari ujung jalan. Aku menoleh ke arah kiri. Ada sebuah mobil melalui jalan ini. Aku tak mengenal mobil sedan mewah warna hitam bernomor polisi luar kota itu. Awalnya aku ingin meminta bantuan kepada mobil itu namun kuurungkan niatku setelah berbagai kekhawatiran muncul di pikiranku. Kubiarkan mobil itu berlalu melewati. Dengan rasa kecewa, aku kembali menendang-nendang sepeda kakakku.
            Tiba-tiba aku melihat mobil sedan itu berhenti lalu berjalan mundur.
Jangan-jangan orang yang ada di dalam mobil itu mau nyulik gue. Terus gue diapa-apain terus habis itu dimutilasi. Mampus deh gue. 
Aku berdoa semoga siapapun yang ada di dalam mobil itu tidak berusaha untuk menculikku. Kutundukan kepalaku berusaha untuk acuh tapi gagal.
Aku mendengar suara pintu mobil terbuka. Bisa aku lihat dari ujung mataku ada seseorang berjalan kearahku. Aku semakin takut. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Kurasakan ada orang yang berdiri di depanku.
“Tolong jangan culik aku,” ujarku kepada orang di depanku. Aku tutup mataku karena takut.
“Aku tidak berniat menculikmu. Sedang apa kau disini?” kata seseorang di depanku.
Aku memberanikan diri membuka satu mataku. Kuintip wajah dan perawakan orang itu. Seketika aku melotot saat melihat seseorang yang ada di depanku.
Oh Tuhan, siapapun orang yang ada di depanku sekarang ini, aku yakin bahwa ini malaikat yang Kau kirimkan untuk menolongku.
            Tampan, tinggi, berjas hitam. Inilah pertama kalinya aku melihat cowok setampan ini. Aku bengong saking terpesona padanya.
            “Hey... Kakimu terluka?” tanyanya kemudian berlutut di depanku untuk memeriksa luka di kaki.
            Aku masih terdiam.
            Cowok ini benar-benar tampan. Mata kecoklatannya sungguh indah. Pasti banyak cewek yang rela melakukan apapun untuk dilihat oleh mata seindah ini.
            “Ini luka ringan yang harus segera diobati,” ujar cowok tampan itu sambil mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
            Dia mengambil botol air minum yang tergeletak disebelahku. Air minum itu aku bawa dari rumah. Niat awal ingin kuminum. Namun, akhirnya menjadi korban kekesalanku terjatuh tadi maka aku membantingnya.
            “Ini harus segera dibersihkan. Boleh aku menggunakan air ini?” ucapnya meminta ijin kepadaku.
            Aku hanya mengangguk.
            Suara cowok ini benar-benar membuatku terhanyut.
Suaranya lembut tetapi tetap berwibawa. Aku masih bengong melihatnya membersihkan lukaku dengan air kemudian berusaha membalut lukaku dengan sebuah kain yang ternyata adalah sebuah sapu tangan putih bergaris biru di tepinya. Dia melakukannya dengan perlahan. Aku nyengir sedikit menahan sakit.
“Sakit ya? Ditahan sebentar ya,” katanya tersenyum sambil sesekali melirikku.
Semakin hati-hati dia membalut lukaku sepertinya dia benar-benar dari hati melakukannya. Kupandangi dia dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mataku terpaku pada lencana sebuah sekolah yang ditempelkan pada bagian dada sebelah kiri jasnya.
Ini kan lencana .... Dia ....
“Sudah selesai,” ujarnya sambil mengembangkan senyum kemudian berdiri.
Aku tersentak kaget.
“Oh... terima kasih,” sahutku.
“Bisa berdiri?” tanyanya sambil mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Tanpa berpikir panjang dan dengan senang hati kusambut uluran tangannya. Dengan susah payah aku berusaha berdiri. Masih merasakan nyeri di lututku.
“Lain kali hati-hati ya... “ ucapnya kepadaku dengan senyuman yang mengembang.
Senyuman ini pasti telah banyak melumpuhkan para gadis.
“Sekali lagi terima kasih,” kataku sambil tersenyum seimut-imutnya.
“Tidak masalah. Oh... Aku harus pergi segera. Sampai jumpa,” kata cowok itu setelah melirik jam tangannya sambil melambaikan tangan.
Dia melemparkan senyum manis padaku. Lalu pergi dan berjalan menuju mobilnya. Sebelum masuk mobilnya dia berpaling kepadaku dan berkata
“Jaga dirimu, Kaitaa,”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Kemudian dia masuk ke mobil dan meninggalkan aku sendiri di tepi jalan ini.


Tunggu,
Darimana dia tahu namaku?

No comments:

Post a Comment